Saya memiliki cerita yang tidak akan pernah dapat saya lupakan. Cerita
yang rasaya sulit untuk dipercaya. Semua terserah anda. Namun cerita ini
benar-benar terjadi, dan begitu sulit untuk dihapus dari ingatan saya.
Cerita ini terjadi sewaktu saya Kuliah Kerja Nyata dulu, empat tahun
yang lalu, tepatnya di daerah Dlingo, Bantul, tidak jauh dari
Yogyakarta.
Suatu sore, teman-teman sepondokan pergi ke desa seberang. Menurut
mereka, ada proyek kelompok. Jadi, hanya saya yang ditinggal di
pondokan. Hujan deras membuat saya malas keluar pondokan. Setelah
mengunci pintu depan, saya masuk ke kamar. Ketimbang menganggur, saya
iseng mengutak-utik komputer milik teman sepondokan saya, Maman.
Klik sana, klik sini; Saya coba membuka folder yang ternyata isinya
gambar-gambar cewek telanjang. Terus klik sini, klik sana lagi hingga
saya temukan file video (movie) yang isinya adegan-adegan 'merangsang'..
Ya sudah, saya nikmati adegan tersebut sendiri, agar lebih puas dan
aman; saya memakai earphone-nya walkman kemudian saya keraskan volumenya
agar hanya saya sendiri yang mendengar.. Lama-lama saya merasa tidak
tahan juga, saya ingin onani. Hujan di luar sepertinya semakin deras,
udara pun semakin dingin terasa. Pintu kamar saya tutup, lalu saya duduk
lagi di depan komputer. Ritsleuting celana saya buka, kemudian saya
keluarkan 'senjata' saya yang sudah mulai menegang kaku. Di monitor,
saya melihat si cantik - Asia Carrera sedang terengah-engah disetubuhi
oleh seorang cowok gondrong.. Tangan saya turun naik mengelus-ngelus
'senjata', sambil membayangkan andaikata saya yang sedang
menyetubuhinya..
Saya merasa begitu asyiknya, hingga tidak tahu kalau pintu kamar sudah
ada yang membuka. Saya terperanjat kaget melihat rekan putri dari
pondokan lain, Nindyah - mahasiswi cantik di Fak. Teknik, melihat saya
dalam keadaan seperti ini. Saya tidak tahu mesti bersikap apa, hingga
terlupa untuk menutupi 'senjata' saya yang masih berada di genggaman dan
masih tegak menjulang. Aneh, Nindyah tidak merasa kaget atau jengah.
Perlahan dia mendekati saya, tangannya melepas earphone yang masih
menggantung di telinga saya.
"Robin.." bisiknya pelan di telinga saya.
"Aku udah lihat kamu dari tadi begituan.." lanjutnya lagi sambil melirik ke arah monitor yang masih mempertontonkan adegan hot.
"Maaf ya, kalau aku ngintip kamu. Habis.. tadi aku ketuk-ketuk pintu,
nggak ada yang denger. Terus aku nekat aja masuk.. Eh, ternyata kamu
lagi.." Nindi lantas memotong omongannya, sambil tersenyum manis banget.
Dia menatap saya tajam, matanya tampak erotis dan sensual. Saya
terperangah, kaget dan tidak tahu mesti berbuat apa dan bagaimana.
Tiba-tiba Nindyah memeluk saya, bibirnya tergesa mengulum bibir saya.
Tangannya langsung memegang penis saya yang sempat merunduk layu. Saya
bingung, saya hanya bisa terdiam dengan jantung berdegup kencang. Tangan
Nindyah naik-turun, mengelus-elus hampir seluruh bagian penis saya..
Lama kelamaan saya mulai merasa terangsang. Penis saya mulai kembali
tegak menegang. Secara reflek saya mendekap Nindyah. Ada benjolan di
dadanya yang terasa hangat. Lidah saya mulai ikut andil bermain-main di
dalam mulutnya. Degup jantung semakin tidak karuan, rasanya sudah mulai
sesak untuk bernapas.
"Bin.." desah Nindyah.
"Boleh aku kulum yang aku pegang ini?" bisiknya lembut di telinga saya.
Saya tidak sempat menjawab iya atau tidak, tiba-tiba wajah Nindyah sudah
ada di antara paha saya. Lidahnya menjulur-julur, menjilati kepala
penis saya, sekali-kali ke bagian buah zakar. Penis saya makin terasa
menegang. Lalu Nindyah mulai menghisap penis saya, dari ujung hingga
setengah batangnya, kepalanya bergerak turun naik. Penis saya terasa
menyumbat tenggorokannya, seolah ingin ditelan habis oleh Nindyah. Saya
hanya terpejam dan mengatur nafas saja. Adegan di komputer sudah sejak
tadi usai. Bunyi angin dan derai hujan di luar masih saja terdengar dari
kamar. Mendadak Nindyah berdiri.
"Robin.. aku pingin.."
Lalu tanpa bersuara lagi, dia melepas semua yang dipakainya. Sekarang di
hadapan saya tersaji seorang cewek yang nyaris bugil. Tidak pernah
sekalipun saya membayangkan akan melihat ia begini. Nindyah, mahasiswi
baik-baik yang saya kenal di lokasi KKN. Tubuh saya bergeletar melihat
Nindyah dalam keadaan seperti ini. Lalu dia membuka bra-nya. Payudaranya
yang menjulang, membuat tenggorokan saya seperti sulit menelan ludah.
Payudaranya tidak terlalu besar, namun kelihatan begitu padat dan
kenyal. Nindyah lalu merebahkan diri di ranjang. Perlahan ia menurunkan
celana dalamnya. Saya menatap bulu-bulu ikal halus yang tipis dan
teratur, menyelimuti bibir kemaluannya yang kelihatan sembab memerah.
Saya tidak tahan lagi, saya pun bergegas menelanjangi diri saya
juga.Pelan-pelan Nindyah mengangkangkan kaki jenjangnya yang saya lihat
begitu indah dan merangsang, matanya mengatup setengah terpejam.
"Bin.. langsung aja ya.. aku udah kepingin.." bisiknya memohon.
Saya mengangguk sambil menelan ludah. Saya melihat liang kemaluannya
memerah dan sedikit berlendir, mungkin ia sudah terangsang sejak tadi.
Lalu saya menuntun kepala penis ke bibir kemaluannya. Serta merta
Nindyah mendesah. Saya menggosokkan kepala penis ke kelentitnya. Nindyah
menggelinjang.
"Bin.. masukin aja.. akhu..ssh.. yaahh.." Nindyah memohon-mohon.
Penis saya juga sudah makin menegang, pelan tapi pasti saya menuntun dan
mendorong penis saya menyelinap masuk di sela-sela bibir kemaluannya
yang sudah terasa menghangat. Nindyah mendesis panjang sewaktu kepala
penis saya perlahan menyumbat liang vaginanya. Lalu saat batang penis
saya benar-benar masuk keseluruhannya, Nindyah tersentak dan memekik
lirih. Tubuhnya terasa menegang sesaat. Liang vagina Nindyah terasa
begitu sempit, entah mengapa. Saya mencoba menggerakkan pinggul perlahan
agar penis saya dapat bergerak. Sedikit gerakan tersebut rupanya
membuat Nindyah kembali merintih. Sedikit demi sedikit gerakan tersebut
saya perkuat diiringi rintihan lirih yang keluar dari bibir Nindyah.
Lambat laun liang itu terasa melebar memberi tempat. Lalu saya mulai
menggerakkan pinggul naik-turun agar penis saya dapat leluasa berkubang
di liang kemaluan Nindyah yang mulai melicin. Perlahan tubuh Nindyah
terasa mengendur. Tidak lagi menegang, dan tidak ada lagi rintih
kesakitan. Saya mulai merasakan kenikmatan yang berbeda, yang belum
pernah saya rasakan dengan cewek-cewek yang pernah bersetubuh dengan
saya. Sesekali saya menggoyangkan penis ke kiri dan ke kanan, keluar dan
masuk lagi. Nindyah melenguh pelan, nafasnya mulai terdengar memburu
tak beraturan.
"Uuh.. ayo Bin.. sshh.. aah.. dalaamm.. hh.. lagi.." desah Nindyah.
Tangannya menggapai-gapai, sesekali meremas sprei yang sudah mulai
berantakan. Saya mendengar bunyi kecipak-kecipak, sewaktu penis saya
keluar masuk menggesek dinding liang vaginanya yang terasa semakin
hangat dan melembab. Gerakan penis saya yang keluar masuk, diimbangi
Nindyah dengan menggoyangkan pinggulnya. Otot perutnya menggelinjang
naik dan turun.
"Hhh..sshh.. iiyaahh.. ss.. mmhh.. iiyyaahh.. terus, terus.." Nindyah makin hebat menggelinjang.
Kepalanya bergoyang kesana kemari.. Tangan saya yang satu bergerak
meremas payudaranya yang putingnya terasa mengeras dan melenting.
"Rrrhhgg.. aadduuh.. sshh, Biinn.. mmhh.. Biinnhh" badan Nindyah terasa gemetar.
Vaginanya berdenyut-denyut, Penis saya serasa dikulum, dihisap-hisap.
Gosokan penis saya tidak lagi berirama, kadang cepat kadang pelan.
Nindyah merintih-rintih, tubuhnya yang polos mulai berkeringat.
Lenguhan, desisan dan rintih kenikmatan silih berganti. Waktu pun terus
berjalan, di luar desau angin di sela hujan menambah erotisnya suasana.
"Binn.. sshh.. adduhh..mmhh.. errgghh.. akkhhu.. sshh.. mau kkeluar.." Nindyah meringis.
Keningnya berkerut. Goyangan pinggul Nindyah semakin menggila. Keringat semakin membanjir di tubuhnya yang menggelinjang hebat.
"Sabar Nind.. Sedikit lagii.. Bareng akhhkku.." jawab saya sambil mengatupkan geraham erat-erat.
Serasa ada yang menyentak-nyentak di pangkal penis saya. Saya juga
semakin tidak bisa menahan. Saya membungkuk, lantas mengulum puting buah
dada Nindyah yang telah merah meranum. Nindyah mendesis-desis, rambut
saya diremas-remas. Di luar, hujan terdengar makin deras ditingkahi
suara kilat yang sesekali menggelegar.
"Biin.. sshh.. mmhh.." desah Nindyah.
"Keluarinn di dalem aja yaahh.. Akku .. Pengenn nnhh sshh..
ngge..rasaainnhh.." lanjut Nindyah dengan kata-kata yang hampir tidak
jelas terdengar.
Gosokan penis saya makin bertubi-tubi, begitu cepat dan menggila.
Nindyah merintih-rintih. Ia sudah tidak sanggup menggoyangkan pinggulnya
lagi mengikuti irama keluar-masuknya penis saya. Nindyah hanya bisa
mendesis-desis, menahan sesuatu yang rasanya sudah tidak lagi
tertahankan. Penis saya seolah diremas-remas oleh liang kemaluannya yang
seolah terasa mengecil. Suara kilat di luar terdengar keras
menyambar-nyambar, menimpali suara kecipak yang terdengar dari liang
kemaluan Nindyah yang semakin membasah.
"Mmhh.. hh.. Biinh.." Nindyah tak sanggup lagi mengeluarkan kata-kata.
Kedua kakinya telah dinaikkan ke atas pantat saya, sehingga hunjaman
demi hunjaman penis saya terasa semakin dalam menembus liang vaginanya.
Saya merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa. Kenikmatan bersetubuh
yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Detik demi detik yang berlalu
saya nikmati dalam gairah yang begitu melenakan. Seolah saya sedang
terbang menembus tumpukan awan, bersama seorang bidadari cantik dan
menarik dengan tubuh indah dan menggairahkan seperti Nindyah ini.
Gerakan penis yang melambat ketika saya terbawa kenikmatan tadi,
akhirnya kembali cepat dan semakin tidak terkendali. Rintihan dan desis
lirih Nindyah, memicu hasrat saya untuk melakukan lebih cepat dan lebih
kuat lagi. Tumbukan dan gesekan penis saya kian bertubi-tubi. Nindyah
memeluk saya erat-erat, tubuhnya bergetar hebat. Ada rasa perih di
punggung ketika secara tidak sadar kuku-kuku tangan Nindyah mencakar dan
mencengkeram punggung saya. Keningnya yang berpeluh tampak berkerut.
Matanya terpicing erat.
"Errghh.. aahh.. Biinn..sshh", sekonyong-konyong tubuh Nindyah menegang.
Sesaat penis saya seperti terhimpit erat, lantas terguyur cairan hangat
yang keluar dari dinding-dinding vagina Nindyah yang tiba-tiba
menyempit. Nindyah pun merintih panjang. Bersamaan dengan rintihannya,
saya sudah tidak sanggup menahan sesuatu yang ada di pangkal penis saya
lebih lama lagi. Seerrtt.. dari penis saya menyembur deras cairan yang
seperti tidak ada habis-habisnya mengalir. Pantat saya terasa kejang.
Nindyah mendesah lirih, saya dipeluk erat sekali. Sesaat bibir saya dan
Nindyah saling melumat. Hujan terdengar merintik, tidak sederas tadi.
Saya dan Nindyah terbaring telentang, masih terengah-engah menghela
nafas.
"Bin.. ma kasih ya.." kata Nindyah yang tiba-tiba terbangun dan beranjak
duduk. Lalu ia berdiri dan mengenakan semua bajunya kembali.
"Aku belum pernah ngerasakan kayak gini", lanjutnya tersenyum penuh arti.
Saya kaget, lalu mata saya menangkap sesuatu di sprei yang tampak berantakan dan kacau. Ada bercak merah di sana.
"Astaga, Nin? Kamu.. kamu masih perawan?" tanya saya terperanjat.
Jantung saya langsung berdebar kencang. Nindyah menutup bibir saya
dengan jari tangannya. Dengan telunjuk di bibir, Nindyah mengisyaratkan
saya untuk tidak lagi berkata apa-apa.
"Aku pulang dulu ya.. Nanti kalau lama-lama, bisa ketahuan Pak kadus
atau temen-temen.. bisa berabe" kata Nindyah sambil bangkit berdiri.
"Eh tapi, ehh.. biar aku anter deh.. Lagian khan masih ujan" sahut saya cepat.
"Nggak usah, Bin.. Sekarang kamu pakai baju dan celana kamu. Nanti
kedinginan. Yuk Bin, aku pergi." Katanya lagi sambil keluar kamar.
"Tunggu Nin, tunggu!" Kata saya setengah berteriak.
Saya lalu buru-buru mengenakan celana dan baju, dan mencoba menyusul
Nindyah. Sambil mengancingkan baju, dan keluar kamar saya masih terus
memanggil Nindyah, hingga ke ruang depan. Nindyah tidak ada. Saya
mencoba mengejar keluar. Lho, kok pintu depan terkunci? Saya bingung
lalu teringat bahwa pintu itu memang saya kunci. Saya kembali lagi ke
kamar untuk mengambil kunci.
Saat kembali lagi ke pintu, saya mendengar suara motor-motor di luar.
Waduh, teman-teman saya sudah datang.. pikir saya.. Kunci pintu langsung
saya buka. Saya kaget, teman-teman saya datang bersama dengan Kormanit
(kordinator mahasiswa unit), dan DPL (Dosen Pembimbing Lapangan). Bukan
hanya itu, wajah mereka terlihat begitu kuyu dan sedih. Si Dwi dan Tika
terlihat seperti habis menangis, mereka saling berangkulan.
"Ada apa?" tanya saya bingung.
Mereka tetap diam membisu. seperti tidak bisa bicara. Parmono, kormanit
saya, lantas merangkul pundak saya. Dia bicara begitu perlahan, namun di
telinga saya seperti ribuan halilintar yang berbunyi bersamaan.
"Bin.. ada berita duka cita. Tadi siang, Nindyah kecelakaan di Piyungan.
Ada truk tangki yang nggak kuat nanjak, lalu merosot turun. Nindyah
yang berada di belakang truk, nggak bisa menghindar lagi. Motor yang
dipakainya tertimpa, dan Nindyah nggak bisa lagi terselamatkan. Kasihan,
padahal katanya Nindyah mau dijodohkan.."
Saya sudah tidak bisa lagi mendengar lanjutan kata-kata Parmono. Saya
shock, kaget.. Kecelakaannya tadi siang, pikir saya.. Lantas, siapa yang
baru saja bersama saya tadi? Langit-langit pondokan rasanya runtuh.
Tanah yang saya pijak terasa bergoyang hebat..
E N D