Minggu lalu, aku sedang berada di kota Surabaya. Aku datang untuk
mengantarkan konsultan ke kantor cabang perusahaan kami di kota itu.
Seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, perusahaanku sedang
melakukan implementasi software baru. Disamping memperkenalkan sistim
dan prosedur kerja yang baru, si konsultan juga mengadakan training
kepada karyawan kantor cabang tersebut.
Surabaya masih tetap seperti dulu. Panasnya bukan main. Ditambah dengan
lalu lintasnya yang semrawut menambah gerah suasana. Meskipun begitu,
suasana kota tampak masih lebih ramah dibandingkan Jakarta.
Pagi itu, si konsultan mengadakan training untuk para karyawan. Setelah
memberikan kata sambutan, dan sekadar berbasa-basi dengan pimpinan
cabang di sana, akupun kembali ke hotel. Tidak betah lama-lama aku di
kantor itu, karena bosan juga mendengarkan training dari si konsultan.
Pak Joko, pimpinan cabang, mengantarku untuk kembali ke hotelku di
kawasan Embong Malang.
"Perlu saya antar ke mana lagi Pak Robert?" tanyanya.
"Nggak Pak Joko.. Saya nggak mau keluar kok. Sedang nggak enak badan nih" jawabku.
Memang aku merasa agak sakit hari itu, mungkin terserang flu.
"Perlu saya antar ke dokter Pak?"
"Nggak usah. Saya sudah minum obat kok".
"Baik bener sih.. Kepengin naik gaji ya?" pikirku lebih lanjut dalam hati.
Sesampainya di kamar hotel, akupun minum obat flu yang memang sudah aku
siapkan. Rasa kantuk segera menyergap, dan akupun segera terlelap.
Ketika bangun, aku merasa perutku sudah keroncongan, dan kulihat memang
sekarang telah jam 2.00 siang. Kuraih menu room service yang berada di
meja, tapi kubatalkan niatku untuk memesan. Aku ingin jalan-jalan sambil
makan saja ke pusat perbelanjaan yang terletak di samping hotelku ini.
Mungkin setelah cuci mata, badanku malah terasa agak baikan.
Saat makan di food court, banyak juga anak ABG yang nongkrong di sana.
Nggak kalah juga dengan Jakarta, pikirku. Ada dua anak ABG manis yang
sedang makan di meja sebelahku. Mereka tampak tersenyum-senyum menggoda.
Nafsukupun mulai timbul, dan akupun berniat untuk mendekati mereka.
Tiba-tiba terdengar suara wanita di sebelahku.
"Hey, Oom Robert. Kok ada di sini? Kapan datang?"
Kulihat ke arah suara itu, dan tampak seorang wanita cantik, berkulit putih tersenyum padaku.
"Ehh.. Lolita, kemarin datangnya. Sendirian aja?"
Ternyata dia adalah Lolita, keponakanku. Dia anak sepupu jauhku. Umurnya
26 tahun dan baru saja dia menikah setahun yang lalu. Dia dan suaminya
berprofesi sebagai dokter gigi, dan mereka bertemu saat sama-sama kuliah
dulu.
"Iya Oom. Suamiku sedang ke dokter"
"Udah lama ya nggak ketemu, semenjak pesta pernikahanku dulu" lanjutnya.
Kamipun kemudian duduk bersama dan berbincang-bincang. Kulirik meja
sebelah, dan kedua ABG tadi tampak kecewa terhadap kedatangan
keponakanku. Tak lama merekapun pergi, mungkin mencari mangsa Oom-Oom
yang lain, he.. He..
"Oom nginep dimana?" tanya Lolita sambil menyantap sotonya.
"Di sebelah" jawabku.
"Oh.. Lita belum pernah nginep di sana. Bagus nggak Oom kamarnya?"
"Yach lumayan. Kamu pengin lihat? Kalau begitu kita terusin ngobrolnya di hotelku yuk" ajakku.
Setelah selesai menyantap hidangan, kamipun berjalan menuju hotelku.
Terus terang aku tertarik dengan Lolita. Wajahnya yang cantik, kulitnya
yang putih bersih, juga dari pembawaannya yang anggun. Hanya saja satu
kekurangannya, yaitu buah dadanya yang kecil. Meskipun begitu, aku tidak
berani melakukan yang macam-macam dengannya, karena tampak dia adalah
wanita yang baik-baik. Berpakaianpun selalu sopan, meskipun hal itu
tidak mengurangi pandangan laki-laki di plaza tersebut saat kami
berjalan melintas. Tampak mereka mengagumi wajah Lolita yang memang
cantik dan anggun itu.
"Mau minum apa Lit?" tanyaku sambil membuka minibar sesampainya di kamarku.
"Coca Cola aja deh Oom" jawabnya. Kuambil sekaleng coke dan kuberikan padanya.
"Kamu gimana.. Sudah hamil belum?" tanyaku.
"Belum Oom.. Suamiku masih ada masalah" jawabnya lirih.
"Lho memang kenapa?" selidikku lebih lanjut.
"Malu ah Oom"
"Jangan malu-malu Lit. Kita khan masih saudara. Terlebih saya pasti akan merahasiakan hal ini kok"
Lolitapun kemudian curhat menceritakan keadaan rumah tangganya. Ternyata
suaminya menderita diabetes, dan itu berkomplikasi yang membuatnya
menjadi impoten. Saat bercerita tampak bola mata Lolita mulai
berkaca-kaca.
"Terus kamunya sendiri bagaimana Lit?" tanyaku penuh perhatian.
"Yah aku mencoba untuk menyembuhkan suamiku" jawabnya lagi lirih.
"Teruskan Lit, ceritamu. Jangan sungkan-singkan. Mungkin Oom bisa kasih saran" kataku.
Dia kemudian bercerita suaminya telah berobat dari modern medicine
sampai yang alternatif, tetapi masih juga kemaluannya tak bisa gagah
perkasa seperti lelaki normal. Memang ada kemajuan, sudah bisa sedikit
ereksi, tetapi tidak bisa terlalu keras. Lolita kemudian bercerita juga
bahwa dia sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan ini, dan sempat
berpikir akan menceraikan suaminya. Tapi itu tidak dapat dilakukannya
karena cintanya yang sangat besar pada Andi suaminya itu.
"Oom sendiri kok belum menikah sih?"
"Belum dapet yang cocok Lit" jawabku.
"Wah.. Padahal pasti banyak wanita yang pengin jadi istrinya Oom.
Soalnya Oom kelihatannya laki-laki banget" kata Lolita sambil tersenyum
menggoda.
Nafsuku terus terang mulai naik, melihat Lolita seperti memberikan lampu
hijau untukku. Kuraih tangannya yang halus dan mulai kuremas-remas.
"Maksudnya apa Lit?"
"Iya.. Maksud Lita.. Istri Oom nanti pasti puas.." jawabnya lirih sambil wajahnya tampak merona merah.
Tanganku mulai merambat naik dan merengkuh pundaknya. Kuelus-elus
pundaknya. Kudengar dengusan napas Lolita memberat. Tak kusia-siakan
lagi waktuku. Kuremas rambutnya perlahan sambil kutarik wajahnya.
Bibirkupun segera beradu dengan bibir tipisnya yang merekah.
"Hmm.. Hmm." erangan Lolita ketika dengan bernafsu kulumat bibirnya.
Tangan halus Lolita telah mulai merabai kemaluanku. Seperti tak sabar
dia ingin menikmati kejantanan seorang lelaki tulen.
Tiba-tiba suara HPnya berbunyi.
"Halo.. Oh ya Mas.. Gimana hasilnya?"
Ternyata suaminya yang menelpon.
"Ok Mas.. Aku masih ada urusan. Ketemu di rumah aja ya"
Setelah itu Lolita menutupnya telepon genggamnya. Diraihnya lagi wajahku
dan diciuminya bibirku dengan bernafsu. Tangannya kembali mengelus-elus
kemaluanku.
"Puaskan Lita Oom.." desahnya.
Tiba-tiba aku sadar, bahwa wanita ini adalah keponakanku sendiri.
Terlebih akupun kenal baik dengan Andi, suaminya. Juga dengan ibunya
yang sepupuku itu.
"Jangan Lit.. Ini nggak boleh. Nggak enak sama suamimu," kataku sambil beranjak menjauh darinya.
Tampak Lolita kecewa, tapi dia hanya terdiam saja. Akupun kemudian
mengajaknya berbincang-bincang lagi untuk mengalihkan perhatiannya.
Lolita tampak semakin canggung dan malu, karena tak bisa mengontrol
nafsu birahi yang bergolak dalam tubuh mudanya. Tak lama iapun pamit.
*****
Esoknya aku menyempatkan diri untuk melihat training yang masih
berlangsung di kantor cabangku. Si konsultan sedang menjelaskan
cara-cara input data-data penjualan serta cara membuat report dengan
menggunakan wizzard. Bosan mendengarnya, aku menuju ruangan Pak Joko, si
kepala cabang.
"Pak Joko sedang ke bank Pak. Silahkan tunggu saja di dalam" sekretarisnya menyapaku.
Akupun masuk dan menunggu di dalam sambil duduk membaca koran. Tak lama si sekretaris kembali masuk.
"Mau minum apa Pak Robert?" tanyanya manis.
"Kopi deh."
Si sekretaris, yang bahkan sampai saat ini tak kuketahui namanya itu,
segera berlalu. Dia berwajah manis khas orang Jawa. Yang menarik
perhatianku adalah buah dadanya yang membusung dan pantatnya yang besar.
"Silakan Pak.. Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert?" tanyanya penuh hormat.
"Iya.. Kamu temanin saya ngobrol di sini sambil nunggu Pak Joko ya" kataku.
Diapun tersenyum sambil duduk di kursi.
"Dekat sini.. Masak jauh banget" kataku. Sekretaris Pak Joko inipun kemudian duduk di sebelahku.
"Sudah lama kamu kerja di sini?"
"Baru satu tahun Pak."
"Suami kerja di mana?"
"Di bagian accounting, Pak"
"Oh.. Suamimu kerja di perusahaan ini juga?" tanyaku memperjelas.
"Iya Pak.. Sekarang khan sedang ditraining" jawabnya.
Suasana di kantor itu sedang sepi, karena memang sebagian besar karyawan
sedang mengikuti training software baru. Rasa isengku tiba-tiba timbul.
Ingin aku mengerjai sekretaris Pak Joko ini.
"Kamu manis ya.. Kamu karyawan yang paling manis lho di kantor ini" kataku sambil memegang tangannya.
"Ihh.. Pak Robert bisa saja" jawabnya tersipu.
"Bener lho.. Kamu manis dan seksi" rayuku lagi sambil mengelus-elus tangannya.
"Pak Robert.. Bener kata orang.. Pak Robert playboy" jawabnya lirih.
Saat itu tanganku sudah merengkuh dan mengelus-elus pundaknya.
"Boleh minta cium ya?" tanyaku sambil menarik wajahnya ke arahku.
"Jangan Pak.. Nanti ketahuan orang" elaknya.
"Nggak kok.. Kalau ada orang datang, kita pasti tahu" jawabku lagi.
Memang ruang tamu kantor Pak Joko ini agak tersembunyi sehingga jika ada
orang yang masuk, tidak langsung melihat ruang tamu. Kumulai menciumi
bibirnya. Sementara tanganku mulai meraba buah dadanya yang besar.
"Dadamu besar ya.. Pasti suamimu suka minum susumu ya?" tanyaku.
"Pak Robert.. Nakal.." jawabnya mendesah.
"Aku pengin minum susumu juga ya? Boleh khan?" tanyaku sambil membukai kancing bajunya.
Dia tak menjawab, hanya mendesah perlahan ketika kuangkat BHnya dan
kuremas buah dadanya yang ranum itu. Kudekatkan wajahku pada bukit
kembar yang menantang itu, dan kujilat puting susunya. Erangannya makin
terdengar, dan tak sabar kuhisap buah dadanya dengan gemas.
"Sshh.. Sshh" erangnya ketika aku menikmati kekenyalan buah dadanya yang
besar. Tanganku yang satu memilin-milin perlahan puting susu buah
dadanya yang lain.
Setelah puas mempermainkan buah dadanya, kembali kucium bibirnya.
"Ayo gantian kamu hisap punyaku ya?" kataku setengah memerintah.
Kutarik tubuhnya sehingga dia bersimpuh didepanku yang masih duduk di sofa.
"Pak Robert.. Jangan.. Takut ketahuan suamiku" katanya ketika tangannya kuraih dan kuletakkan di atas kemaluanku.
"Nggak mungkin.. Dia khan sedang training" jawabku.
Diapun kemudian mulai membuka retsleting celanaku. Kubantu dia dengan menarik celana dalamku kebawah.
"Ahh.." jeritnya tertahan ketika melihat kemaluanku yang besar telah tegak di depan wajahnya yang manis.
"Cukup besar khan?" tanyaku
"Besar banget Pak."
"Dibandingkan punya suamimu?"
"Besar punya Pak Robert. Pasti istri bapak puas" jawabnya.
"Ya.. Tapi aku belum punya istri.. Ahh" perkataanku terputus oleh rasa
nikmat yang menjalar ketika ia mulai menjilati batang kemaluanku.
Dijilatinya perlahan kemaluanku, dan kemudian sambil matanya menatapku,
dimasukkannya secara perlahan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya.
"Hmm.." erangku nikmat. Kuremas-remas kepalanya saat ia mulai menghisapi
dan mengulumi kemaluanku. Tampak mulutnya yang mungil penuh sesak
dengan kejantananku.
Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan terbuka. Cepat-cepat kukeluarkan
kemaluanku dari mulut sekretaris Pak Joko ini, dan kubenahi celanaku.
Diapun segera membenahi bajunya yang masih terbuka.
"Ada perlu apa lagi Pak Robert.. Oh ini Pak Jokonya sudah datang" katanya berpura-pura.
"Oh nggak. Cukup. Terimakasih" jawabku.
"Hey Pak Robert sudah lama nunggu?" tanya Pak Joko.
"Nggak kok baru saja. Untung ada sekretaris bapak yang menemani menunggu." jawabku.
Kulirik sekretaris Pak Joko, dia tersenyum manis dan kemudian beranjak
keluar ruangan kembali ke mejanya. Siang itu kuhabiskan
berbincang-bincang dengan Pak Joko. Makan siangpun dilakukan di ruangan
itu bersamanya. Setelah itu, aku minta Pak Joko mengantarku kembali
pulang ke hotel.
Ke bagian 2