Nakalnya Mama Andre
Di suatu Minggu pagi yang cerah. Andre
sarapan berdua saja dengan Mamanya di rumah. Biasanya acara sarapan hari
minggu mereka lakukan bertiga bersama dengan papanya. Soalnya di
hari-hari lain, tidak ada kesempatan untuk mereka dapat sarapan bersama,
apalagi makan siang bahkan makan malam. Kesibukan kedua orang tuanya,
menyebabkan mereka hanya dapat berkumpul bersama di hari minggu pagi.
Papanya yang seorang direktur jenderal di Departeman Dalam Negeri selalu
padat dengan kegiatan kantor. Sedangkan sang Mama yang aktivis kegiatan
sosial selalu sibuk dengan urusan arisan, urusan anak-anak panti
asuhan, anak-anak jalanan, anak-anak pengungsi Aceh, Maluku dan segala
macam anak-anak lainnya. Akhirnya Andre, sang anak semata wayang, malah
kurang diperhatikan.
Pagi itu, sang papa tidak bisa ikut sarapan bersama karena sedang
melakukan kunjungan ke daerah. Katanya sih meninjau pelaksanaan otonomi
daerah di tiga propinsi. Paling cepat baru kembali minggu depan.
Meskipun kadangkala Andre merasa sedih karena sering ditinggal sendirian
di rumah, namun Andre sesungguhnya menikmati kesibukan kedua orang
tuanya itu. Rumah yang selalu sepi membuatnya lebih punya banyak
kesempatan untuk memuas-muaskan nafsunya di rumah. Ia bisa melakukannya
dengan Cindy, sang pacar, atau dengan Calvin teman sekaligus yang
mengajarinya menjelang ujian akhir dan SPMB, atau juga rame-rame dengan
teman-temannya dari Tim Basket SMU Dwi Warna.
“Hari ini Mama pergi lagi Ma?” tanya Andre berbasa-basi pada Mamanya. Ia
tahu pasti, sesudah sarapan nanti Mamanya pasti ngeluyur dari rumah dan
baru pulang hampir tengah malam.
“Iyalah sayang. Kamu kan tahu, Aceh sedang bergolak nih. Jadinya Mama
makin sibuk mengurusi pengiriman stock makanan untuk saudara-saudara
kita disana sayang,” jawab Mamanya dengan senyum penuh kebijakan.
“Harus itu Ma, Andre juga mau pergi nih abis sarapan,” kata Andre.
“Belajar bersama Calvin lagi?” tanya Mama, sambil memasukkan sepotong roti bakar melalui bibirnya yang tipis.
Di usia yang hampir empat puluh tahun, Mama Andre masih kelihatan sangat
cantik. Tubuhnya padat seperti gadis usia dua puluh tahunan saja.
Gimana enggak, sang Mama kan rajin olahraga dan makan makanan suplemen
plus minum jamu untuk menjaga stamina dan kekencangan otot serta
kulitnya.
“Enggak Mah, Maen basket sama anak-anak,”
“Lho, kamu kan sudah dekat ujian akhirnya sayang. Kok bukannya belajar bareng Calvin, malah maen basket?”
“Ini juga main basketnya bareng Calvin kok Mah,”
“Hmm,”
“Iya. Kata Calvin, sekali-kali perlu refresing juga agar pikiran tidak
butek karena belajar terus-menerus. Selain itu kesegaran tubuh kan harus
dijaga ma,”
“Gitu ya. Kalau gitu ya terserah. Yang penting kamu belajarnya yang
bagus ya sayang, supaya bisa lulus dengan nilai baik di ujian akhir
nanti. kalau nilai kamu kurang bagus, cita-cita kamu untuk masuk Akademi
Angkatan Udara kan bisa gagal sayang”
“Beres Mah, Yang penting Mama doain Andre selalu ya,”
“Pasti sayang,” jawab Mamanya dengan senyum sayang.
Andre melahap potongan roti bakarnya yang terakhir. Kemudian berpamitan pada Mamanya,
“Andre pergi duluan ya Mah Mama kapan berangkatnya?” tanya Andre sambil mencium pipi Mamanya.
“Setelah Mama beres-beres dulu sayang,”
“Pergi sama Mas Dharma, Ma?”
“Iya dong sayang. Abis sama siapa lagi. Kan supir Mama cuman dia satu-satunya,”
“Oke deh Mah Andre berangkat kalau gitu,” kata Andre, disandangkannya ransel olah raganya ke bahunya.
“Hati-hati ya sayang,”
Andre menuju garasi di samping rumah untuk mengambil sepeda motornya. Ia
bertemu dengan Mas Dharma di sana. Supir Mamanya itu sedang asyik
berbasah-basah ria, mencuci sedan milik Mamanya.
“Selamat pagi Mas Andre,” sapa Mas Dharma ramah pada Andre sambil
tersenyum manis memamerkan barisan giginya yang rapi dan putih.
“Pagi Mas Dharma. Masih nyuci mobil Mas? Mama sudah mau berangkat tuh,”
“Waduh, Mas harus buru-buru kalau gitu,” jawabnya.
Kemudian ia sibuk mengelap mobil sedan itu dengan kain yang masih
kering. Andre memandangi cowok itu dengan serius. Gimana enggak serius,
Mas Dharma ini orangnya ganteng. Tubuhnya pun gagah dengan kulitnya yang
putih bersih. Saat ini ia hanya menggenakan celana pendek tanpa atasan,
memamerkan dada, bahu, lengan dan perutnya yang otot-ototnya
bersembulan. Bukit dadanya yang liat tampak dihiasi bulu-bulu halus nan
lebat.
Dengan cueknya di depan Andre, Mas Dharma mengangkat-angkat tangannya
yang berotot itu saat mengelap atap mobil. Bulu-bulu lebat di lipatan
ketiaknya yang putih itu terpampang jelas di mata Andre. Membuat jakun
remaja ganteng itu naik turun menahan nafsu. Rencana Andre untuk segera
meluncur menuju rumah Calvin akhirnya tertunda. Andre merasa sayang
kehilangan kesempatan menikmati pemandangan bagus di depan matanya ini.
Pelan-pelan ransel yang tadi sudah disandangnya diletakkannya di lantai.
Ia mendekati Mas Dharma, pura-pura mengamati kegiatan mencuci mobil
supir ganteng itu.
“Mas, bagian atas ini masih basah nih,” komentarnya, ia tak mau menimbulkan kecurigaan Mas Dharma.
Mas Dharma ini sebenarnya adalah salah satu dari dua orang ajudan
papanya Andre yang bertugas di rumah mereka. Usianya masih muda, baru 24
tahun. Asli Manado. Dia lulusan STPDN. Demikian juga Mas Fadly ajudan
papa Andre yang satu lagi, yang saat ini mendampingi sang papa
melaksanakan tugas ke daerah. Mereka berdua bertugas sejak sang papa
diangkat menjadi dirjen.
Kedua ajudan ini sama-sama macho. Maklum aja ketika pendidikan dulu
mereka kan dididik semi militer. Kebetulan juga keduanya memiliki paras
yang ganteng dan tubuh jangkung menjulang. Mungkin bedanya hanya 5 cm
dari tinggi Andre sekarang, 179 cm. Saat sang papa memperkenalkan kedua
ajudan itu kepadanya, Andre blingsatan. Waktu itu keduanya datang dengan
menggenakan seragam semi ketat. Andre dapat melihat dengan jelas
otot-otot padat nan terlatih dibalik seragam mereka itu. Tonjolan besar
di selangkangan mereka membuat Kontol Andre ngaceng berat. Akhirnya
untuk menuntaskan birahinya yang memuncak Andre melakukan onani di
kamarnya, ia belum berani untuk ngajak mereka berhubungan seks. Andre
selalu berharap suatu saat dia bisa ngerjain kedua ajudan itu. Namun
sampai saat ini harapannya itu tak pernah kesampaian.
Berdiri dekat-dekat Mas Dharma membuat birahi Andre semakin meningkat.
Batang Kontolnya sudah berdenyut-denyut. Ia tak mau ngecret sambil
berdiri karena horny ngelihatin Mas Dharma. Segera ia meninggalkan
ajudan jantan itu. Dalam pikirannya kemudian, lebih baik dia segera
menuju rumah Calvin. Disana ia bisa menuntaskan hasratnya pada temannya
itu sebelum mereka berangkat ke sekolah untuk main basket.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Calvin, bayangan lekuk-lekuk tubuh
Mas Dharma sang ajudan ganteng, menari-nari di benak Andre. Apalagi
ketika tadi Mas Dharma asyik nungging mengelap mobil, bongkahan buah
pantat sang ajudan yang montok itu benar-benar membuatnya ngiler.
Andre hampir tiba di rumah Calvin. Tiba-tiba disadarinya ransel olah
raganya tak tersandang dipunggungnya. Gara-gara mengamati sang ajudan ia
terlupa mengambilnya lagi saat pergi. Segera Andre memutar laju sepeda
motornya kembali ke rumahnya. Gimana dia mau main basket kalau pakaian
basket tak dibawanya.
Tak sampai lima belas menit, Andre sudah kembali ke rumah. Dilihatnya
mobil sedan sang Mama yang mengkilap masih terparkir dengan rapi di
garasi.
“Dasar Mama, beres-beres aja lama banget,” pikirnya.
Dicarinya ranselnya di garasi, namun tak ditemukannya disana. Kemana ya?
Ia segera menuju dapur mencari Mbak Minah, pembantu rumahnya.
Barangkali pembantunya itu menyimpan tasnya.
“Eh, Mas Andre. enggak jadi perginya Mas?” tanya Mbak Minah.
“Tadi sudah pergi. Tapi ransel saya ketinggalan. Mbak ada lihat enggak?”
“Enggak ada Mas. Memangnya tadi Mas Andre tinggalin dimana?”
“Di garasi, waktu Mas Dharma nyuci mobil tadi,”
“Mungkin dibawa sama Mas Dharma kalau gitu,”
“Mas Dharma kemana Mbak?”
“Mungkin di kamarnya Mas, kan mau pergi dengan ibu,”
Andre segera menuju kamar tidur Mas Dharma. Tapi tak ada orang disana.
Ia hanya menemukan dua tempat tidur yang kosong, milik Mas Dharma dan
Mas Fadly. Kamar mandi didalam ruangan kamar itu juga kosong. Ia kembali
ke dapur menemui Mbak Minah.
“Enggak ada Mbak, kemana ya?”
“Coba liat di ruang kerja Bapak Mas. Tadi ibu menyuruh saya memanggil
Mas Dharma ke ruang kerja Bapak. Tapi apa masih di sana ya? Coba liat
dulu Mas,”
Andre segera menuju ruang kerja papanya yang terletak disamping kamar
tidur kedua orang tuanya itu. Sesampainya disana dilihatnya pintu kamar
kerja sang papa tertutup. Ia memutar gerendel pintu itu, ternyata
terkunci. Andre segera menuju kamar kedua orang tuanya. Barangkali
Mamanya masih di kamar itu beres-beres. Ia bisa bertanya tentang
keberadaan Mas Dharma pada Mamanya. Diputarnya gerendel pintu kamar itu,
ternyata tidak terkunci. Andre segera memasuki kamar besar itu. Mamanya
tidak terlihat duduk di meja riasnya. Matanya menelusuri seluruh isi
kamar. Kosong. Pintu kamar mandi Mamanya terbuka, tak ada orang disana.
Matanya kemudian tertumbuk pada pintu penghubung antara ruang kerja
papanya dengan kamar tidur kedua orang tuanya itu. Pintu itu dilihatnya
buka sedikit. Andre mendekati pintu itu. Barangkali Mamanya ada disana,
pikirnya. Ketika langkahnya semakin dekat dengan pintu kamar itu,
telinganya tiba-tiba menangkap suara-suara dari ruang kerja papanya. Ia
menghentikan langkahnya, mencoba berkonsentrasi mendengarkan suara itu.
Tiba-tiba jantung Andre berdegup dengan keras. Perasaannya mulai tidak
enak. Suara yang didengarnya itu adalah suara-suara erangan-erangan
tertahan, milik laki-laki dan perempuan.
Andre semakin mendekat ke pintu kamar yang terkuak itu. Ia longokkan
kepalanya sedikit ke celah pintu yang terbuka itu. Serta merta mata
Andre melotot melihat pemandangan di ruang kerja papanya itu. Di atas
meja kerja papanya, dua manusia lain jenis dalam keadaan bugil sedang
asyik memacu birahi dengan penuh nafsu. Kedua manusia itu tiada lain
tiada bukan adalah Mamanya dan Mas Dharma sang ajudan! Kaki Andre terasa
lemas, jantungnya seperti mau copot.
Dari tempatnya berdiri saat ini ia dapat melihat sang Mama sedang
ditindih oleh Mas Dharma. Mama Andre telentang dengan kaki mengangkang
lebar diatas meja, sedangkan di atasnya Mas Dharma melakukan genjotan
pantat dengan gerakan yang cepat dan keras sambil bibirnya melumat bibir
sang Mama dengan buas. Meskipun ia tak bisa melihat batang Kontol Mas
Dharma, karena terhalang oleh paha Mamanya, namun ia yakin
seyakin-yakinnya, batang Kontol milik ajudan ganteng itu sedang mengebor
lobang vagina Mamanya tanpa ampun. Baik Mamanya maupun Mas Dharma
sama-sama mengerang-erang keenakan.
Andre tak pernah menyangka akan menyaksikan peristiwa ini. Ia tak pernah
menyangka Mamanya akan melakukan zinah dengan ajudan papanya
sendirinya. Mamanya yang selama ini dikenalnya sebagai aktivis kegiatan
sosial dan selalu berbicara soal norma-norma moral, ternyata melakukan
perselingkuhan di ruang kerja milik suaminya sendiri!
Andre tidak tahu harus melakukan apa. Ia sangat marah. Mukanya merah,
tangannya mengepal-ngepal menahan amarah yang membara. Ia menarik
kepalanya dari celah kamar. Dengan kesal dihempaskannya tubuhnya ke atas
tempat tidur orang tuanya. Dari ruang kerja papanya terdengar
racauan-racauan mesum dari mulut Mamanya dan sang ajudan.
“Ohh.. Ohh.. Enakkhh.. Terusshh..,” racau Mamanya.
“Hihh.. Hihh.. Apahh.. Yang enakhh.. Hihh.. Buh..,”
“Konthollsshh.. Kamuhh.. Dahrmahh.. Ouhh..,”
“Ibuh sukahh.. Hihh.. Ouhh.. Ouhh.. Sukahh??,”
“Sukahh.. Besar.. Bangethh.. Ouh.. Dharmahh..,”
“Hihh.. Mememkhh.. Ibuhh.. Jugahh.. Enakk.. Buhh.. Ohh..,”
“Enakhh?? Benar.. Enakhh.. Darmahh..??”
“Yahh.. Iyahh.. Buhh..,”
Meskipun sangat marah, racauan yang didengarnya itu sungguh-sungguh
sangat merangsang. Birahinya mulai bangkit. Akhirnya meskipun dilanda
kemarahan, remaja ganteng itu kembali mendekati pintu penghubung kamar
itu. Ia kembali mengintip persenggamaan mesum Mamanya dan Mas Dharma
itu. Persenggamaan mereka sangat bersemangat dan kasar, racauan mereka
benar-benar sangat merangsang, akibatnya Andre tak mampu menahan
Kontolnya yang mulai mengeras. Tangannya kemudian menyusup ke balik
celananya, meremas-remas batang Kontolnya sendiri.
“Enakhh.. Manah.. Samah.. Ohh.. Memmek.. Bu.. Menterihh.. Ohh..,” racau Mamanya lagi.
“Enakkhh.. Mememkhh.. Ibuhh..,”
“Mmmasakhh sihh.. Dharamahh.. Oohh.. Yesshh.. Disituhh.. Ahh..,”
“Iyahh.. Buhh.. Masih.. Serethh.. Ohh.. Njepithh..,”
Andre kaget mendengar racauan itu. Tak disangkanya ternyata Mas Dharma ini pernah ngentot sama istri menteri juga rupanya.
“Kalauhh.. Samahh.. vagina.. Fenihh.. Pacarhh.. Kamuhh..?”
“Ohh.. Samah.. Samahh.. Enaknyahh, .. Buh.. Ohh..,”
“Dasarhh.. Sshh.. Gombalhh.. Ouhh..,”
“Ohh.. Ohh.. Ohh.. Yahh.. Ohh., ..,”
“Kerashh.. Oohh.. Besarhh bangethh.. Ohh..,”
“Besar manahh buhh.. Sama Kontolhhsshh.. Fadlyhh.. Ohh..,”
“Samahh.. Samahh.. Sayanghh.. Ohh.. Yesshh..,”
Mas Fadly??!! Andre benar-benar tak menyangka. Ternyata Mamanya pernah
juga ngerasain batang Kontol ajudan papanya yang satu lagi itu.
Beberapa saat kemudian sang Mama dan Mas Dharma berganti posisi. Mas
Dharma tidur telentang diatas meja kerja dengan kedua pahanya yang kokoh
dan berbulu itu menjuntai ke bawah. Sang Mama kemudian duduk diatas
selangkangan Mas Dharma. Saat Mas Dharma mengatur posisi, Andre sempat
melihat barang perkasa Mas Dharma dengan jelas. Benar-benar besar, gemuk
dan panjang dihiasi dengan bulu jembut yang lebat. Panjangnya sekitar
dua puluh centimeter lebih. Pantes aja Mamanya keenakan banget.
Andre membayangkan bagaimana bila Kontol besar milik Mas Dharma itu
membetot lobang pantatnya. Pasti gesekannya terasa banget. Lebih terasa
dari punya si Wisnu, teman basketnya yang putra bali itu. Tiba-tiba
muncul pikiran nakal di benak Andre. Ia ingin ngerjain Mamanya dan sang
ajudan. Dikeluarkannya ponsel mungilnya yang memiliki fasilitas video
phone itu dari saku celananya. Sambil terus meremas-remas Kontolnya
sendiri, Andre merekam persenggamaan mesum Mamanya dan Mas Dharma itu.
Sang Mama menggenjotkan pantatnya naik turun dengan keras. Mas Dharma
membalas dengan genjotan pantat yang tak kalah keras. Suara tepokan
terdengar keras,
“Plokk.. Plokk.. Plokk.. Plokk..,”
Kamar kerja papa Andre diramaikan dengan suara-suara erangan, jeritan, desahan dari mulut Mamanya dan Mas Dharma.
“Hahh.. Hahh.. Hahh.. Ohh.. Tekan lebihh.. Dalamhh,” erangan Mas Dharma kedua tangannya meremas-remas payudara Mama Andre.
“Hihh.. Beginihh.. Hihh..,”
“Lagihh.. Ohohh.. Ahh.. Ahh..,”
“Hihh.. Beginihh.. Ohh..,”
“Yeshh.. Yeshh.. Terusshh.. Ohh.. Ohh..,”
Tiba-tiba tubuh Mas Dharma yang tadi berbaring bangkit. Dalam posisi
tubuh menekuk, kepalanya bersarang di payudara sang Mama yang besar dan
bergoyang-goyang akibat genjotan yang mereka lakukan. Dengan buas Mas
Dharma mengisap pentil payudara sang Mama yang kemerahan.
“Ohh.. Dharmahh.. Nakalhh kamuhh.. Ohh.. Enakhh..,” Mama meracau semakin menggila.
Kepalanya bergoyang ke kiri ke kanan. Rambut yang sebahunya yang basah
oleh keringat berkibar-kibar. Mama Andre benar-benar keenakan. Kedua
tangan sang Mama memeluk punggung kekar Mas Dharma dengan kuat. Tak
sampai lima menit dalam posisi seperti itu. Tiba-tiba genjotan Mama
berhenti. Mulutnya meraung keras. Pantatnya bergetar menekan keras
menggencet selangkangan Mas Dharma. Tubuhnya yang basah oleh keringat
berkelojotan.
“Ahh.. Akuhh sampaihh.. Ouhh..,” erangnya.
Mas Dharma terus menyelomoti payudara sang Mama. Semenit kemudian kepala
sang Mama terlihat bertumpu ke bahu Mas Dharma. Ia lemas karena
orgasmenya.
“Saya lanjuthh yah buhh..,” kata Mas Dharma minta ijin melanjutkan. Soalnya orgasmenya belum datang.
“Silakan Dharmahh.. Ohh..,” suara sang Mama terdengar lemas.
Mas Dharma kemudian turun dari meja kerja itu. Tanpa melepaskan
Kontolnya dari lobang vagina sang Mama, Mas Dharma membopong tubuh sang
Mama kemudian membaringkannya telentang diatas lantai yang berkarpet.
Kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya menyetubuhi sang Mama.
Andre bisa melihat tubuh Mamanya yang lemas itu dikentot Mas Dharma
dengan penuh keperkasaan.
“Sakit buhh.. Ahh..?”
“Terus sayanghh.. Saya istirahat sebentar ahh.. Kamuhh terusshh ajahh.. Ohh..”
Tak sampai lima menit sang Mama kembali bergairah. Pantatnya kembali
bergerak-gerak dengan luwes membalas gerakan Mas Dharma. Rupanya sang
Mama tak mau hanya menjadi objek. Tiba-tiba ia membalikkan posisi, untuk
kemudian menindih tubuh atletis sang ajudan ganteng yang bersimbah
keringat. Dengan penuh semangat sang Mama kemudian menggenjot pantatnya
naik turun mengocok batang Kontol Mas Dharma dengan memeknya yang basah
dengan cairan lendirnya sendiri, sambil menciumi bibir ajudan muda
ganteng itu dengan binal. Dari mulutnya keluar erangan-erangan,
“Urghh.. Urghh.. Yahh.. Yahh,”
“Ohh.. Ibuhh.. Ohh.. Buashh.. Banget.. Ohh..,” racau Mas Dharma.
“Kamuhh.. Sukahh.. Kanhh..,”
Begitulah. Permainan cabul antara Mamanya Andre dan Mas Dharma yang
memakan waktu tak kurang dari dua jam itu akhirnya usai dengan skor 6-2
untuk kemenangan Mas Dharma. Maksudnya, sang Mama ngecret empat kali,
sedangkan Mas Dharma ngecret dua kali saja di dalam vagina sang Mama.
Andre sendiri ngecret dua kali. Sperma kentalnya melumuri daun pintu
kamar penghubung. Ia sangat terangsang menyaksikan live show sang Mama
dan Mas Dharma. Ia tak sabar untuk segera dapat mengerjai sang ajudan
yang gila ngentot itu.
Dengan tubuh yang masih terasa lemas akibat orgasme, perlahan-lahan
Andre meninggalkan kamar orang tuanya. Spermanya yang menempel di daun
pintu kamar dibersihkannya terlebih dahulu. Saat meninggalkan kamar,
Andre, masih sempat melirik Mamanya dan Mas Dharma yang berbaring saling
berpelukan di lantai. Keduanya terlihat sangat lelah.
Andre segera melaju kembali dengan sepeda motornya menuju rumah Calvin.
Sepanjang perjalanan ia menyusun rencana untuk mengerjai Mamanya dan Mas
Dharma nanti. Ia tersenyum-senyum cabul membayangkan rencananya itu.
Setiba di rumah Calvin, teman sekolahnya itu sudah menunggu di teras
sambil duduk santai membaca majalah remaja. Calvin menggenakan t-shirt
putih polos dan celana jeans biru plus topi pet hitam. Wajah gantengnya
tersenyum senang menyambut kedatangan Andre.
“Kok telat Ndre?” tanyanya.
“Sorry Vin. Ada urusan sama Mama tadi,” jawab Andre nyengir, “Kita langsung cabut aja yuk. Sudah hampir jam sepuluh nih,”
Calvin mengiyakan, segera ia duduk di boncengan, rapat di belakang tubuh
Andre. Tangannya diletakkannya di paha Andre. Kemudian kedua remaja SMU
itu melaju menuju sekolah mereka.
“Kok enggak bawa baju olah raga Vin?” tanya Andre di tengah perjalanan.
“Enggak usahlah. Gue kan bukan anak basket. Kesana juga cuman mau liat permainan basket doang,” jawabnya.
“Liat permainannya, atau liat pemainnya nih?” tanya Andre menggoda.
“Dua-duanya. Hehehe,”
“Vin, ini perasaan gue aja tahu emang benar sih?”
“Maksud lo?”
“Elo ngaceng ya? Kok rasanya ngeganjal nih di bokong gue,”
“Enak aja!”
Andre tertawa ngakak. Sementara Calvin tersenyum malu di boncengan.
Kontolnya memang sudah ngaceng sejak nungguin Andre dari tadi. Ia tak
sabar menantikan apa yang akan terjadi nanti di sekolah.
E N D