Kisahku dengan Anna dan suaminya masih
berlanjut. Sekali-sekali aku masih main ke rumah mereka dan melayani
permintaan mereka untuk melakukan threesome.
Uniknya, pernah suatu ketika suaminya, Dicky memintaku melakukan
hubungan anal dengannya sambil ditemani oleh Anna. Dicky memohon takkan
berciuman denganku, hanya ingin menikmati penisku di analnya, agar ia
bisa juga merasakan kenikmatan seperti yang kuberikan kepada istrinya.
Kami melakukan hal itu dengan posisi Anna berbaring di bawah suaminya
sambil menciumi bibir dan dada suaminya, sedangkan suaminya menungging
di depanku dan kutancapkan penisku yang sebetulnya lebih kecil dari
penis suaminya, ke dalam anal suaminya. Aku masih menancapkan penisku ke
dalam anal suaminya, ketika suaminya meminta Anna memasukkan penisnya
ke dalam vagina Anna. Dengan Anna berbaring terlentang di bawah sekali,
ditindih oleh suaminya dari atas dan memasuki vaginanya dengan penisnya,
aku di atas tubuh suaminya menancapkan penisku ke dalam analnya,
kenikmatan luar biasa kembali kami nikmati bertiga. Beberapa kali
suaminya memintaku untuk mau melakukan hal seperti itu lagi, tetapi aku
menolak. Aku hanya sekali itu melakukan, takut jika ketagihan dan malah
jadi homo betulan.
Suatu sore, Anna meneleponku meminta datang ke rumah mereka, sebab ada
Henny, teman kuliahnya dulu di Australia. Aku ke sana dengan pakaian
santai, hanya mengenakan kaus ringkas dan celana panjang. Aku dikenalkan
dengan Henny, perempuan Sunda. Lebih pendek daripada Anna, tapi
orangnya manis. Kulitnya putih, bersih, hidungnya agak mancung,
rambutnya panjang sebahu, lebih panjang daripada Anna yang potongan
rambutnya pendek. Kami makan malam berempat dengan diterangi cahaya
lilin. “Agar romantis,” kata Anna. “Ini untuk merayakan ulang tahun
perkawinanku dengan Dicky,” tambahnya.
Usai makan malam, kami duduk di teras belakang rumah Anna dan Dicky. Ada
taman kecil di situ. Cahaya lampu taman yang redup memberikan nuansa
romantis. Kami duduk sambil menikmati white wine, kesukaan Henny, “Untuk
menghormati sahabat lama,” kata Anna sambil menuangkan white wine ke
gelas kami masing-masing. Kami minum setelah bersulang. Dicky dan Anna
saling memberi selamat sambil berpagutan bibir disaksikan olehku dan
Henny. Lama mereka berciuman barulah Henny memberi selamat kepada
mereka. Henny menyalam Dicky dan menyalami Anna. Waktu mereka bersalaman
dan berciuman, aku sempat terkejut sebab ternyata mereka tidak
berciuman pipi, melainkan berciuman bibir. Kupikir Dicky tidak melihat
hal itu, tetapi ia justru tersenyum menyaksikan mereka dan menatapku
seolah-olah berkata tidak ada masalah dengan itu.
Aku menyalami Dicky dan Anna. Waktu menyalam Anna, ia tidak mau hanya
kusalam, ditariknya tubuhku rapat-rapat ke tubuhnya dan mencium bibirku,
“Cium dong, koq malu-malu gitu sih, Gus?” Kurasakan wajahku memerah
diperlakukan begitu di depan Henny. “Nggak apa-apa koq, Henny bukan
orang lain,” jelas Anna.
Kembali kami berempat duduk sambil bercakap-cakap. Mula-mula tentang
hal-hal yang dialami Anna dan Henny waktu sekolah di Australia. Kemudian
merembet ke masalah perkawinan. Henny bercerita bahwa suaminya seorang
pengusaha setengah baya, yang sudah menikah dan menjadikan dirinya istri
muda. Ia mengaku terjebak oleh ulah si pengusaha, tetapi demi kebutuhan
ekonomi keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya, ia terpaksa melakukan
itu. Ia justru bersyukur tidak hamil hingga kini. “Aku pernah minta
cerai, tapi suamiku tidak mengijinkan,” katanya iba. “Tapi aku juga
mikir, kalau menjanda, apa ada jejaka yang masih mau padaku?” katanya
lagi.
Aku menatap jauh ke depan. Macam-macam saja kehidupan manusia ini,
pikirku. Ada yang sudah nikah, tidak bisa hamil oleh suaminya lalu aku
yang jadi semacam pejantannya. Ini ada lagi yang jadi istri muda, mau
cerai tapi tidak bisa dan hanya bermimpi bisa punya suami baik kelak.
“Gus, jangan ngelamun gitu dong!” kata Anna sambil mencubit tanganku. “Tuh, Henny nanya kamu!”
Aku gelagapan, “Eh, maaf, nanya apa tadi Wiek?”
“Waduh, payah deh ada orang bisa ngelamun di keramaian,” goda Henny,
kemudian sambungnya, “Tadi aku nanya kamu, koq belum kawin juga?”
“Dia mach sudah sering kawin, nikah yang belum,” sambut Anna menambah risih perasaanku.
“Ya deh, aku ngerti koq,” kata Henny, “Banyak lelaki suka mikir-mikir
cari jodoh, apalagi jika ketemu wanita sepertiku, takut terjerat ntar,”
katanya seakan menyesali nasib.
“Jangan bicara gitu Wiek. Masih ada laki-laki yang baik. Kalau suatu
ketika kamu dapat lepas dari suamimu sekarang dan dipertemukan dengan
pria demikian, pasti kamu bahagia,” kataku menghibur, walaupun tidak
tahu arah kata-kataku.
“Daripada ngobrol tak tentu, kita ke dalam aja yuk!” ajak Anna. Kami
masuk dan duduk di karpet sambil main kartu. Mula-mula hanya iseng,
tetapi kemudian Anna mempunyai ide aneh, siapa yang kalah wajib membuka
bajunya sedikit demi sedikit. Aku kaget dengan ide gilanya, tetapi
suaminya dan Henny malah sebaliknya, mereka menyambut gembira usul
tersebut. Aku tak bisa berkutik, sebab kartu sudah dibagi.
Pertama-tama Anna kalah. Ia membuka baju bagian atasnya hingga kelihatan
BH-nya yang berwarna merah marun. Pada permainan berikut, suaminya
Dicky kalah hingga membuka kausnya. Selanjutnya aku yang kalah dan
membuka kausku. Henny masih beruntung belum kalah. Kali berikut Dicky
kalah lagi dan membuka celana panjangnya. Ia kini bertelanjang dada dan
mengenakan celana pendek. Berikutnya ia kalah lagi dan membuka celana
pendeknya hingga hanya bercelana dalam. Setelah itu barulah Henny kalah
dan membuka gaunnya sebab ia mengenakan pakaian terusan. Aku melihat
sekilas ke arah tubuhnya. Ia masih mengenakan pakaian dalam menutupi
kutang dan celana dalamnya yang terlihat membayang di baliknya.
Berikutnya Anna kalah lagi dan membuka roknya. Ia kini hanya mengenakan
BH dan celana dalam berwarna merah marun. Kali berikut Henny kembali
kalah dan terpaksa membuka pakaian dalamnya yang berwarna kuning gading.
Sekarang Dicky yang hanya bercelana dalam ditemani dua perempuan yang
sama-sama hanya berkutang dan bercelana dalam, sedangkan aku masih
mengenakan celana panjang. Kali berikut Anna kalah lagi dan melepaskan
tali BH-nya, terlihatlah payudaranya yang indah, “Wuihh, payudaramu
masih cantik seperti dulu, An,” puji Henny sambil mengelus lembut
payudara Anna. Anna hanya tersenyum mendapat pujian dan perlakuan begitu
dari temannya. Kulirik Dicky, ia hanya menatap ke kartu yang
dipegangnya sambil senyum-senyum. Aku tidak beruntung, sehingga kalah
dan terpaksa membuka celanaku. Kini aku hanya bercelana dalam. Anna
menatapku sambil tertawa-tawa, “Hitam nich yee!” godanya sambil menyebut
warna celana dalamku. Kali berikut Dicky kalah dan terpaksa membuka
celana dalam putihnya. Ia duduk bertelanjang, tetapi tak risih ada
Henny. Aku heran juga, sebab kalau kami bertiga, sudah biasa kami main
bertiga, tentu tak malu lagi, tetapi kini ada Henny, koq ia tidak malu.
Belakangan aku tahu bahwa Henny sudah sering menginap di rumah mereka
dan tidur bertiga. Dari cerita Anna beberapa hari kemudian, kuketahui
bahwa baik Anna maupun Henny adalah biseks. Memang mereka bulan lesbian
murni, tetap menghendaki lelaki dalam hidup mereka, tetapi tak mampu
melupakan teman intimnya dulu. Rupanya waktu di Australia mereka tinggal
bersama di apartemen. Giliran berikut Henny kalah dan membuka celana
dalamnya. Ia duduk dengan hanya mengenakan BH kuning gading, sedangkan
celana dalamnya dilemparkan begitu saja entah kemana.
“Lho, koq itu dulu yang dibuka?” tanya Anna.
“Biarin. Ntar kamu balas dendam megangin susuku,” katanya sambil membagi
kartu. Dicky dan Anna tertawa mendengar jawaban Henny, aku hanya
tersenyum sambil sesekali melirik ke arah paha Henny yang putih bersih,
agaknya bulu kemaluannya dicukur bersih. Penasaran juga ingin tahu
bagaimana bentuknya, apakah seindah vagina Anna, tapi walaupun penisku
makin tegang melihat payudara Anna dan paha Henny, aku tak berani
berharap macam-macam. “Jangan bermimpi, ini kan hanya sebatas permainan
kartu,” pikirku. Aku tidak tahu bahwa diam-diam permainan ini sudah
dirancang mereka bertiga secara cerdik untuk mengajakku masuk dalam
permainan erotis berempat.
Kami kembali main kartu. Di akhir permainan, Henny kembali kalah dan
terpaksa membuka kutangnya. “Horeee, kelihatan deh harta karunnya!”
sorak Anna seperti anak-anak mendapatkan hadiah dan mencubit puting
payudara Henny.
“Nah, betul kataku, kan? Kamu emang usil deh, suka balas dendam,” kata
Henny menjauhkan tubuhnya dari gangguan temannya. Henny membagi kartu.
Kulirik ke arah tubuhnya. Payudaranya lebih besar kurasa daripada Anna,
kutaksir ukurannya 34 C, bentuknya masih seperti payudara gadis, dengan
putting yang agak kehitaman, beda dengan Anna yang putingnya lebih
coklat. Kuamati lagi sekilas sekujur tubuh Henny, seakan memberi
penilaian. Henny menatapku sambil tersenyum penuh arti. Entah disengaja
atau tidak ia memperbaiki letak duduknya, dan kini duduk bersila hingga
sekilas nampak belahan vaginanya mengintip memperlihatkan labianya.
Penisku semakin tegang, sedangkan penis Dicky kulihat sudah sejak tadi
tegang tanpa dapat dicegah. Di akhir permainan, Anna kalah dan harus
membuka celana dalamnya. Kini mereka bertiga benar-benar telanjang
bulat, tinggal aku yang masih mengenakan celana dalam.
“Wah, jagoan kita ini hebat benar, masih menguasai permainan dan jadi
pemenang,” kata Henny memuji sambil melirik ke arah celana dalamku.
Pada permainan ini, kembali Henny kalah, hingga Anna berteriak, “Wah,
kamu tidak punya apa-apa lagi yang bisa dibuka. Kita apain Henny, hai
kaum Adam?”
Dicky memberi usul, “Kalau gitu, ia harus mencium orang yang ia inginkan sebagai hukuman.”
“Baiklah, para juri sekalian, aku siap menjalani hukuman paduka,” Henny
bangkit dari duduknya dan berdiri. Tiba-tiba kedua tangannya memegang
pipiku dan memagut bibirku tanpa kuduga. Aku megap-megap diserang
tiba-tiba. Apalagi ciumannya begitu lama dan lidahnya masuk ke dalam
rongga mulutku menggelitik langit-langit mulutku. Darahku semakin
terpompa ke ubun-ubun mendapat ciuman demikian. Kubalas ciumannya dan
lidah kami berpilinan.
“Udah, udah, jangan lama-lama, ntar ada yang cemburu tuh!” kata Anna sambil menarik tubuh Henny duduk kembali ke tempatnya.
Henny membagi kartu lagi. Kali ini Anna yang kalah. Seperti yang terjadi
pada Henny, ia diminta mencium orang yang ia sukai. Tadinya kupikir ia
akan mencium Dicky atau aku, ternyata dugaanku meleset. Ia bangkit dan
mencium bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny. Henny membalas
ciuman Anna sambil tangannya bermain di sela-sela paha Anna. Desahan
mereka berdua terdengar di sela-sela ciuman terlarang yang mereka
lakukan. Dicky dan aku hanya dapat menonton perbuatan mereka. Beberapa
saat kemudian mereka kembali duduk dan Anna membagi kartu.
Giliran berikutnya suaminya Dicky kalah. Dicky memilih Anna untuk dicium
dan meremas payudara Anna, tapi herannya tangannya bermain di kedua
payudara Henny. Henny hanya tersenyum menatapku yang keheranan, bahkan
tangan kirinya meraba-raba punggung dan pantat Dicky sedangkan tangan
kanannya mengikuti tangan Dicky meremas payudara Anna. Setelah itu,
mereka bertiga kembali duduk dan Dicky membagi kartu. Kali ini aku yang
apes, hingga harus mengikuti mereka bertiga, bertelanjang bulat! Wajahku
agak memerah waktu kulepaskan celana dalam hitamku.
“Wow, indah nian. Benda apakah gerangan itu?” Anna berkomentar, diikuti
oleh Henny, “Ah, betapa beruntungnya wanita yang berkesempatan
berkenalan dengan benda itu?” Aku hanya tersipu-sipu digoda kedua
perempuan itu dan membagi kartu dengan tangan agak gemetar. Rupaya Henny
memperhatikan tanganku, ia pegangi tanganku sambil mengelus lembut
punggung tanganku.”Tenang aja Gus! Kamu ada di tengah para sahabat koq.”
Kali berikut Anna kalah lagi. Kini ia memilih aku untuk dicium. Namun
entah meniru suaminya, sambil menciumi aku, tangannya bermain di
payudara Henny, meremas dan memainkan putingnya. Henny mendesah mendapat
serangan Anna. Dicky mengelus-elus punggung Anna sambil ikutan meremas
payudara Henny. Aku melepaskan diri dari ciuman Anna. Anna kembali duduk
diikuti oleh Dicky dan Henny.
Permainan berikut Dicky kalah lagi dan kini ia memilih Henny untuk
dicium, tetapi sebelah tangannya menarik tangan istrinya ikut mengambil
peran mengeroyok Henny. Henny membalas ciuman Dicky diikuti oleh ciuman
Anna. Ketiganya terlibat dalam ciuman panas bertiga. Kulihat bagaimana
lidah mereka saling bertemu dan melumat.
Kali berikut Henny kalah, tapi sebelum ia memilih orang yang disukainya
untuk dicium, Anna berkata, “Sekarang yang kalah harus mau diperlakukan
apa saja, ok tuan-tuan?”
“Ya, ya, betul,” kata suaminya, sambil bertanya padaku, “Gimana Gus, setuju?”
“Aku ngikut aja dech,” kataku sambil berharap akan sesuatu yang lebih erotis.
Henny kelihatan merengut, tapi tidak membantah. “Ok silakan, aku mau diapain nich?” katanya pasrah.
Anna menarik kedua tangan Henny dan membaringkan tubuh Henny di karpet.
Lalu ia mencium bibir Henny sambil meminta suaminya mengerjai bagian
bawah tubuh Henny dengan isyarat tangan. Suaminya memegangi kedua belah
paha Henny dan membukanya lebar-lebar, lalu mencium vagina Henny yang
bersih tanpa rambut. Henny mengerang diperlakukan begitu oleh suami
istri tersebut. Aku hanya memandangi mereka. Tak lama kemudian kudengar
Anna berkata, “Gus, kamu tidak ingin ikut menjatuhkan hukuman pada
penjahat ini?” Aku diam saja sambil menggelengkan kepala. Anna kembali
menciumi bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny; sedangkan
Dicky sambil menciumi vagina Henny, tangannya mencari payudara Henny
yang sebelah lagi. Habislah Henny diserang oleh kedua orang itu. Lebih
lama daripada yang tadi-tadi, ketiganya seakan tidak peduli atas
kehadiranku, mereka terpaku pada apa yang ada di hadapannya. Apalagi
kulihat Anna sudah berganti posisi dengan suaminya, dan gilirannya
mengerjai vagina Henny, sedangkan suaminya kini menciumi payudara Henny,
putingnya dilumat hingga Henny semakin kuat merintih. Kedua tangan Anna
kulihat memegang labia Henny dan membukanya lebar-lebar, lalu dengan
suatu gerakan lembut ia menjulurkan lidahnya menusuk liang vagina Henny.
Henny merintih, “Oooouhhhh Annnnn, terusin ….. yang dalam sayang!!!!
Yahh gitu sayangggg ……” Remasan tangan Dicky pada payudara Henny
berganti-ganti dengan gigitan lembut, membuat Henny semakin
mengawang-awang menggapai kenikmatan. Anna mendukung aksi suaminya
dengan menjilati dan mengisap klitoris Henny. Pantat Henny sesekali
terangkat dan pinggulnya menggeliat-geliat diserang Anna. Aku hanya
melihat mereka sambil sesekali menelan ludah. Anna menatapku dan menarik
tanganku mendekati mereka. Ia mencium bibirku. Kurasa aroma khas vagina
Henny pada ciuman Anna. Kami berpagutan dengan erat. Dicky masih terus
mencium dan meremas payudara Henny. Anna mengajakku bersama-sama mencium
vagina Henny. Kuikuti ajakannya.
Tiba-tiba Henny berkata, “Udah dulu dong! Masak aku diserang tiga orang sekaligus?” Kami tertawa-tawa.
Anna kemudian berkata, “Kita ke kamar aja yuk biar lebih enak pada permainan sesungguhnya?”
Dicky tidak menjawab, tapi mengikuti ucapannya. Henny masih terbaring
dengan napas tersengal-sengal menahan nafsu yang mendekati puncak.
Aku berdiri bergandengan dengan Anna mengikuti Dicky, tapi kutahan
langkahku melihat Henny masih terbaring di karpet. “Kenapa Gus? Yah
udah, kalau kamu kasihan pada Henny, gendong aja dia, udah lemes tuh!”
katanya melepaskan tanganku. Aku berlutut di samping Henny, kuletakkan
tangan kiriku di bawah lehernya dan tangan kananku di bawah lututnya.
Lalu tanpa meminta ijinnya, kugendong dia. Kedua tangan Henny memeluk
leherku seakan-akan takut jatuh. Sambil menggendongnya kulangkahkan kaki
ke kamar tidur Dicky dan Anna. Henny sesekali mengangkat lehernya dan
mencuri cium bibirku. Aku membalas sambil membawa tubuhnya yang indah
dan ketika tiba di kamar, tubuhnya kubaringkan di ranjang. Anna sudah
membaringkan tubuhnya lebih dulu di situ. Begitu tubuh Henny terlentang
di ranjang, Anna langsung memagut bibir Henny sambil jari-jarinya
mengelus-elus sekujur tubuh Henny. Dicky melihat mereka berdua sambil
memberi isyarat padaku untuk menonton adegan yang dipertontonkan kedua
perempuan itu. Henny membalas ciuman Anna dan balas menciumi bibir Anna
dan dengan ganas turun ke leher dan dada Anna. Anna kini ada di bagian
bawah, dengan Henny di atas tubuhnya menciumi leher, payudara, perut dan
kini mengarah ke paha Anna. Ciuman Henny berhenti di paha Anna dan
kedua tangannya menguakkan labia vagina Anna serta mencari klitoris dan
menjilati vagina Anna. Anna tidak mau tinggal diam diperlakukan seperti
itu, pantat Henny ia tarik dan ia tempatkan paha Henny tepat di atas
wajahnya, lalu ia melakukan hal yang serupa terhadap Henny. Kedua
perempuan itu kini berada dalam posisi 69. Saling mencium, menjilat,
sambil mendesah, mengerang dan merintih. Rintihan mereka semakin
memuncak ketika keduanya kami perhatikan menusukkan jari ke dalam vagina
yang lain sambil menciumi vagina dan klitoris. Dengan suatu jeritan
panjang, keduanya mengalami orgasme bersama-sama. Lalu keduanya saling
berciuman bibir, bersama-sama berbagi cairan vagina yang diperoleh.
Keduanya berpelukan di ranjang. Sedangkan aku dan Dicky mendekati mereka
berdua. Ranjang itu kini dimuati empat orang dewasa sekaligus.
Anna ada di dekatku, sedangkan Henny ada di dekat suaminya. “Gus, Henny
pengen sekali kenalan dengan penismu,” bisik Anna lembut di telingaku
sambil menciumi dagu dan bibirku. “Hmmm, makin gila aja kita ini,”
kataku sambil membalas ciumannya. Kulirik Dicky juga sedang berciuman
dengan Henny.
Dicky semakin ganas menciumi bibir, leher dan dada Henny. Mungkin ia
masih terpengaruh oleh adegan lesbian tadi yang ditampilkan kedua
perempuan itu. Aku sendiri merasa hampir orgasme tadi, tetapi kutahan
dengan mengalihkan perhatian kepada hal-hal lain.
Dicky menciumi setiap liku-liku tubuh Henny hingga kembali Henny
mendesah dan mengerang. Anna menciumi tubuhku hingga penisku mencapai
ketegangan puncak. Saat akan kumasukkan penisku ke dalam vagina Anna, ia
justru menolak tubuhku, “Ntar Gus, giliran Henny dulu. Sudah lama ia
berharap.”
“Lho, dia kan sedang main dengan suamimu?” protesku.
“Nggak apa-apa, kalian berdua kerjai dia dulu. Ntar baru giliranku.
Sudah lama ia tidak dikunjungi suaminya. Haus banget tuh!” katanya
menjawab protesku.
“Kulihat Henny mendesah-desah diciumi vaginanya oleh Dicky. Kedua
tangannya meremas-remas payudaranya. Anna mendekati mereka berdua dan
mencium bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny. Kedua tangan
Henny kini mengelus punggung Anna sambil sesekali meremas payudara
temannya. Anna memainkan lidahnya dan menggelitik leher Henny. Henny
menggelinjang. Tanganku ditarik oleh Anna mendekat, sehingga aku kini
ikut ke dalam kancah pertempuran. Pantatku ditarik oleh Anna mendekati
wajah Henny hingga penisku tepat berada di atas mulutnya. Lidahnya mulai
menjulur keluar dan menjilati kepala penisku. Lalu ia mengangkat
lehernya dan dengan bantuan tangan kirinya, dipegangnya penisku memasuki
mulutnya. Tak kalah dengan permainan lidah dan mulut Anna, Henny pun
memainkan penisku dengan hebatnya. Aku merasakan darahku mengalir deras
memasuki setiap sel di penisku dan gelora birahi mencapai ubun-ubunku
hingga rasanya sudah ingin mencapai orgasme. Tapi kutahan gelora
tersebut. Kudengar Anna berkata pada suaminya, “Mas, kasih kesempatan
pada Agus dong, biar mereka dulu yang main sayang!”
Suaminya bangkit dan memberi kesempatan padaku untuk mendekati bagian
vagina Henny. Aku tidak lagi menciumi vaginanya, kuatir spermaku
muncrat. Kugesekkan penis pada klitorisnya dan kemudian ke celah-celah
vaginanya. Henny mengerang sambil menarik pantatku agar semakin dalam
memasukkan penis ke dalam vaginanya. Aku menancapkan penis ke dalam
vaginanya dengan irama pelan namun teratur. Henny semakin meracau
mendapat perlakuan demikian, “Gus, yang dalam dong. Cepetan, aku sudah
nggak kuat nich?” pintanya.
“Nggak ku ku nich yeee?” goda Anna dan ditimpali suaminya dengan ucapan,
“Iya tuh Gus, masak tidak kasihan pada kaum yang lemah sich?”
Kupercepat gerakan pantatku menekan sambil melempar senyum pada Anna dan
Dicky. Sambil memaju-mundurkan pantatku, dalam hati aku berterima kasih
pada kedua suami istri ini, sebab mereka membuatku dapat merasakan
vagina perempuan Sunda seperti Henny. Agak beda dengan Anna. Di bagian
dalam vaginanya seakan-akan ada mpot ayamnya. Tak ingin menyerah
padanya, kutarik penisku keluar vaginanya dan kupegang penisku pada
pangkalnya dengan tangan kananku lalu kugesek-gesekkan kembali pada
klitorisnya. Henny mendesah dan merintih semakin lirih, “Gussss, ayooooo
masukin lagi sayang! Aku mau sampai nich….. Oooouggghhhh enak banget
siccchhhh?” Geliat pinggulnya semakin cepat. Payudaranya diciumi dan
diremas oleh Dicky sedangkan bibirnya dilumat lagi oleh Anna. Diserang
bertiga begitu, tentu saja ia blingsatan. Kembali penis kumasukkan
sedalam-dalamnya ke vaginanya. “Ahhhhhh, nikmaattttnya Gusss!!!”
rintihnya.
Gerakanku kini semakin kencang mengimbangi geliat tubuhnya, apalagi
ketika pantatnya terangkat-angkat seakan-akan menginginkan penisku masuk
lebih dalam lagi. Kuletakkan kedua tanganku di bawah pinggulnya dan
agak kuangkat pantatnya hingga hunjaman penisku semakin dalam. Kedua
pahanya melingkari pinggulku dengan ketat. “Kuat benar perempuan Sunda
ini, jepitannya maut,” batinku. “Ahhhh, Guss …. Aku dapat ……
oooooouuugghhhh ….. sshshhhhh,” jeritnya sambil menyorongkan pantat dan
pinggulnya ke arah pahaku sehingga kedua kemaluan kami begitu rapat
menyatu, seakan tak dapat dipisahkan lagi.
“Ya sayang, sama-sama, aku juga dapet niccchhh …. Akkkkhhhh ….” geramku
sambil menancapkan penis hingga ke pangkalnya. Kurasakan mpot-mpot ayam
di dalam vaginanya meremas-remas kepala penis dan denyutan dinding
vaginanya begitu hebat menjepit kulit batang penisku. Kuhentakkan
beberapa kali penis sedalam-dalamnya ke dalam vagina Henny. Dicky
meremas dan menggigit mesra payudara Henny bergantian kiri dan kanan,
sedangkan Anna tak melepaskan bibir Henny dari pagutan mautnya.
Henny masih terengah-engah waktu kucabut penisku. Dicky yang melihat
Henny terbaring mencoba mengarahkan penisnya ke dalam vagina Henny, tapi
Henny menolak, “Jangan dulu Dick, masih lemas nich! Kamu dengan Anna
dulu dech!” Dicky tampak agak kecewa, tapi Anna mencium bibir Dicky
sambil menghibur, “Benar sayang, kenapa kamu tidak denganku saja dulu,
ntar kalau Henny sudah segar lagi, baru kau kerjai dia.”
Dicky tak menjawab. Setelah membalas ciuman Anna, ia menyuruh istrinya
nungging dan menempatkan diri di belakang istrinya. Entah ia dendam atas
kata-kata istrinya, ia tidak pakai aba-aba lagi, bukannya memasukkan
penisnya ke dalam vagina, malah ia langsung mengarahkan penisnya ke anal
Anna.
Anna yang juga sudah naik birahi melihatku main dengan Henny, menerima
saja perlakuan suaminya. Namun ia menempatkan wajahnya di antara kedua
pahaku yang berbaring di samping Henny. Sambil menikmati hunjaman penis
suaminya, ia mencium dan menjilati penisku yang masih belepotan dengan
cairan vagina temannya dan spermaku. Tanpa merasa jijik sedikit pun, ia
melakukan hal itu, sambil menggenggam penisku yang kembali tegang
diperlakukan seperti itu. Henny tersenyum melihat mereka dan melabuhkan
ciumannya pada bibirku. Aku meraba payudara Henny sambil menikmati
kuluman bibir dan jilatan lidah Anna pada penisku. Henny kembali
terangsang kuremas dan kurabai payudaranya. Tapi aku tidak memberikan
peluang untuknya lagi, sebab sudah punya rencana sendiri.
Kuangkat wajah Anna dari celah-celah pahaku dan kupindahkan ke vagina
Henny. Semula Anna mau protes, tetapi ia mungkin belum mengerti apa yang
akan kulakukan. Aku bangkit dari posisi berbaring dan kutarik tubuh
Anna agar berada pada posisi berlutut. Sambil tetap dikerjai suaminya
dari belakang, aku ciumi bibir Anna dan kutempatkan tubuhku tepat di
bawah tubuhnya. Kini vaginanya tepat berada di atas penisku. Kuarahkan
penisku ke vaginanya sambil terus menciumi bibirnya. Anna tersenyum,
sekarang baru ia mengerti mengapa aku menaruh wajahnya tadi pada vagina
temannya. Kini penisku berada di dalam vagina Anna, sedangkan penis
suaminya menancap di anal Anna. Mulutku kuarahkan pada payudara Anna
agar ia kembali dapat mencium dan menjilati vagina temannya. Henny
kembali diserang oleh Anna yang mendapat keroyokan suaminya dan aku.
Anna semakin mendesah dan rintihannya seperti biasanya, yang cenderung
ke arah jeritan, membahana ketika penis suaminya semakin cepat masuk
keluar analnya, sedangkan penisku masuk keluar ketika ia
memaju-mundurkan tubuhnya di atasku. “Aaaauuuuhhhhh, enakknnyaaa ….
Aduuuhhhh …. nikmat !!!” keluar dari dalam mulutnya.
Suaminya memegang kedua pinggulnya sambil menghentakkan penis
sedalam-dalamnya sambil bertanya, “Mana yang paling enak, sayang?
Punyaku di pantatmu atau punya Agus di mem*kmu?”
Anna menjawab di sela-sela rintihannya, “Ssshshh, aaaahhhhh…. punyamu
enak banget sayang, besar dan panjang, tapi jangan terlalu kuat, ntar
pecah ususku, sayang! Ooouggghhhh, punyamu juga enak Gus, tidak terlalu
besar, eeehhhsss, tapi mainnya lincah banget sichhhhh? Ohhhhhh ….”
Dicky memperlambat laju pantatnya maju mundur di belakang pantat Anna.
Henny kudengar merintih makin kuat, mungkin sebentar lagi ia akan
orgasme pula.
Dicky mengerang dan memeluk tubuh istrinya kuat-kuat dari belakang. Ia rupanya sudah orgasme.
Anna, entah karena sudah sering kami kerjai berdua, semakin kuat
melawan, agak lama baru orgasme. Pada puncak orgasmenya, ia menggeram
kuat-kuat dan memeluk punggungku dengan kuatnya sambil mencium bibirku
dan menggigit lidahku, sementara payudaranya diremas kuat-kuat oleh
tangan suaminya dari belakang. Bersamaan dengan itu, jari-jarinya
menekan klitoris dan vagina Henny, dan kudengar Henny juga menjerit,
“Annnn, aduuhhhh aku dapet lagi sayang!!!!”
Aku sendiri, karena baru orgasme waktu dengan Henny, belum keluar lagi.
Dengan penis yang mulai layu, Dicky menarik tubuhnya dari belakang tubuh
istrinya. Istrinya masih berbaring menelungkup di atas tubuhku sambil
menikmati penisku yang masih tegang dalam vaginanya. Dicky beringsut ke
dekat Henny dan berciuman sambil berpelukan dengan Henny sambil
menyaksikan istrinya masih menindih tubuhku di bagian bawah mereka.
Vagina Anna masih berdenyut-denyut menjepit penisku. Tak lama kemudian
ia mengangkat tubuhnya dari atasku dan menarik diriku berbaring di dekat
suaminya dan Henny. Kami berempat berbaring bersisian sambil sesekali
berciuman atau mengusap lembut tubuh yang lain.
Setengah jam kemudian Henny bangkit menarik tanganku dan Dicky dan
mengajak kami berdua main lagi dengannya. Rupanya ia penasaran melihat
temannya kami serang berdua tadi. Dicky tidak menolak. Ia berciuman
dengan Henny sambil mengusap-usap payudara Henny dan merabai vaginanya.
Aku masih berbaring menatap mereka berdua sambil mengelus-elus payudara
Anna. Kutoleh ke arah Anna seolah meminta persetujuan, Anna seakan
mengerti maksud tatapanku, berkata, “Ayo Gus, kamu ladeni lagi Henny. Ia
juga kuat koq, jangan kuatir ia bakal pingsan ntar. Kamu udah tahu
kehebatan mem*knya tadi, kan?”
“Iya tuh, kayak ada cincin baja aja dalam mem*knya, penisku hampir tak bisa bernafas dibuatnya,” kataku bercanda.
“Emangnya aku tukang besi, sampe memasukkan cincin baja ke dalam
mem*kku?” bantah Henny di sela-sela ciuman bibirnya dengan Dicky. Kami
berempat tertawa.
Aku masih berbaring ketika Dicky menempatkan tubuh Henny di atas
tubuhku. Rupanya Dicky ingin aku mengerjai anal Henny sambil ia
memasukkan penisnya ke dalam vagina Henny. Henny berjongkok di atas
pinggangku, membelakangi wajahku dan perlahan-lahan menaruh penisku
tepat di atas analnya. Kurasa ia agak mengalami kesulitan, sebab agak
lama barulah penisku dapat memasuki analnya. “Aaauuuhhh, koq agak sakit
An? Waktu kamu masukkan penis buatan koq tidak sesakit ini?” tanyanya
pada Anna.
“Penis buatan kan lebih kecil daripada kont*l Agus, sayang! Coba kamu
nikmati, ntar lagi bakalan enak deh, dijamin halal,” katanya.
Henny tidak menjawab, desah kesakitan yang keluar dari mulutnya berganti
dengan rintihan nikmat, agaknya ia mulai merasakan kenikmatan akibat
masuknya penisku ke dalam analnya. Sejenak kami berdua merasakan posisi
tersebut. Anna kulihat berlutut di sebelah kiri kepalaku, meremas-remas
payudara Henny sambil memberikan vaginanya kukerjai. Dicky mendekati
Henny dan menempatkan penisnya ke vagina Henny. Maka mulailah episode
baru seperti yang dialami Anna tadi, dengan pemain utama yang berbeda,
yaitu Henny. Henny melenguh pelan waktu penis Dicky yang agak besar
melesak ke dalam vaginanya. “Ehssshhhh, pelan-pelan Dick, penismu jumbo
sich!” desisnya disertai tawa ringan Anna mendengar gurauan temannya
terhadap penis suaminya. “Emangnya ikan lele, Hen?”
Desahan nikmat Henny bercampur erangan Dicky dan aku. Anna belum
terdengar mengerang, mungkin karena vaginanya belum tuntas kukerjai.
Kedua tangan Henny bertumpu ke belakang menahan tubuhnya, sedangkan
Dicky terus memasuk-keluarkan penisnya ke dalam vaginanya, sementara
penisku dari bawah berada pada posisi pasif bergantung pada kehendak
Henny menaik-turunkan pantatnya agar analnya masuk keluar menikmati
hunjaman penisku. Kugeser letak kedua paha Anna agar berpindah tempat
hingga kini posisinya berlutut tepat di atas wajahku, tubuhnya tepat
berada di belakang Henny, menyangga tubuh Henny yang melengkung ke
belakang di atas tubuhku. Kulihat dari bawah, kedua tangan Anna
meremas-remas payudara Henny. Terangsang melihat ulahnya, kuarahkan
kedua tanganku meremas-remas kedua payudara Anna. Dicky kudengar semakin
kuat menggeram, mungkin ia semakin dekat ke puncak kenikmatannya. Laju
penisnya kurasa semakin cepat di atas tubuhku, masuk keluar vagina
Henny. Desahan kami berempat bercampur, tetapi rintihan kedua perempuan
itu mengalahkan suara Dicky dan aku. Cairan vagina Anna semakin deras
menetes ke dalam mulutku. Apalagi sewaktu kujulurkan lidahku dalam-dalam
ke liang vaginanya atau ketika klitorisnya kuisap kuat-kuat. “Sssshh,
terusin Gus, yah, yahhhhh gitu sayang! Enakkkkhhh tuuuuhhh,
ooouggghhh…..” rintihnya sambil meliuk-liukkan tubuh di atas wajahku.
Kupercepat isapan pada klitorisnya sambil memberi variasi dengan
menjilat dan mengisap kedua labia vaginanya bergantian, kiri kanan.
“Henn, aku mau keluar nih …. Kamu sambut ya sayang?” kudengar suara
Dicky dan tiba-tiba ia mencabut penisnya dan mengarahkannya ke mulut
Henny. Henny menyambut gembira penis Dicky. Digenggamnya dengan tangan
kanan batang penis Dicky sedang tangan kirinya mengusap lembut testis
Dicky. Beberapa isapan mulutnya membuat Dicky tak kuasa lagi menahan
semprotan spermanya dan ia mendorong penisnya ke dalam mulut Henny. Anna
kulihat semakin kuat menggeliat dan mengerang. Agaknya ia pun bakal
menyusul suaminya. “Ooohhh, Gus, aku orgasme sayang!” erangnya sambil
menggesek-gesekkan labianya ke wajahku. Habislah wajahku dipenuhi oleh
vaginanya yang basah dengan sedikit rambut halusnya.
Kedua suami istri itu kemudian saling berpelukan dan berciuman sambil
melihat kami berdua, Henny dan aku masih dalam posisi semula.
“Tukar posisi dulu Hen, biar kamu cepet sampai!” saran Anna.
Henny bangkit berdiri hingga penisku keluar dari dalam analnya. Lalu ia
menungging membelakangiku, berharap aku mengerjainya dengan doggy style.
Aku berdiri di belakang tubuhnya, mengusap-usap pahanya yang putih
mulus dan dengan perlahan-lahan memegang kedua pangkal pahanya dengan
kedua tanganku. “Lho, mau pakai gaya apa Gus?” tanyanya penasaran.
“Tenang saja, sayang, pokoknya nikmati saja!” kataku sambil mengangkat
kedua belah pahanya mendekati pinggangku dan kuarahkan penisku ke dalam
vaginanya. Diperlakukan begitu olehku, Kedua tangannya hampir tak kuat
menahan tubuhnya, ia menahan tubuh bagian atasnya dengan kedua siku
tangannya sedangkan vaginanya mulai disusupi oleh penisku. Dengan doggy
style yang divariasi begini, membuat tusukan penisku pada klitoris dan
liang vaginanya semakin maksimal, dan desahan Henny berganti menjadi
jeritan-jeritan kecil penuh kenikmatan.
“Ahhh, nikmat sekali An! Pinter banget temanmu ini memberi kenikmatan padaku?”
Anna hanya tersenyum memandangi Henny. Suaminya Dicky duduk bersandar di punggung ranjang menatap kelakuan kami.
Penisku masuk keluar vagina Henny semakin kuat. Kedua belah pahanya
kutarik dan kudorong makin cepat hingga penisku mendapat tekanan yang
hebat ketika kutarik kedua pahanya, tetapi ketika kudorong ke depan,
denyutan vaginanya seolah-olah tak rela ditinggalkan penisku. Dengan
beberapa kali hentakan, kuhantarkan Henny ke puncak kenikmatannya.
Teriakan panjangnya terdengar, tetapi dengan cepat mulutnya disumpal
oleh mulut Anna yang begitu lincah memagut. “Auuuggghhhh, mmmppppfff ….
Aaahhh.”
Kami berempat berbaring sambil meredakan nafas yang terengah-engah. Aku
masih belum orgasme lagi sementara mereka bertiga sudah mendapatkan
orgasme barusan. Rasa kurang puasku agaknya dipahami Anna yang tahu
bagaimana daya tahanku, sebab ia selama ini sangat tahu bagaimana cara
memuaskanku.
“Kalian berdua di sini dulu, ya? Aku mau berduaan dengan Agus dulu,” katanya sambil menarik tanganku dan turun dari ranjang.
“Wah, ada rahasia apa nih Dick, koq kita berdua tidak diajak ya?” goda
Henny sambil melihat ke arah Dicky. Dicky hanya mengangkat bahu sambil
menarik tangan Henny agar mendekati dia. Dicky memeluk tubuh Henny
sambil mencium bibirnya dengan lembut. Henny membalas dan mereka kembali
terlibat dalam ciuman yang memabukkan, tak peduli lagi terhadap Anna
dan aku.
Dengan bertelanjang, Anna menarik tanganku. Kami berdua melangkah ke
ruang tengah. Anna mengajakku ke arah sofa, tapi tidak untuk duduk,
melainkan menempatkan tubuhnya di atas sandaran sofa dengan kaki
kanannya naik mengangkangi sandaran sofa, sedangkan kaki kirinya menapak
ke lantai. Ini salah satu variasi dari doggy style yang juga merupakan
salah satu posisi favoritnya. Perlahan-lahan kugesekkan penisku ke
vaginanya dari belakang. Masih lembab kurasakan vaginanya.
“Masukin Gus, ayo!” pintanya. Kumasukkan penisku makin dalam ke
vaginanya. Beberapa tusukan yang kulakukan membuat Anna merintih, tidak
hanya mendesah. Itu akibat tekanan penisku pada klitoris dan dinding
vaginanya.
“Lebih cepat lagi, sayang!!!” rengeknya manja. Kuikuti permintaannya
dengan semakin mempercepat laju pantatku maju mundur, sehingga penisku
makin cepat masuk keluar vaginanya. Kedua tanganku kujulurkan ke depan
merabai kedua payudaranya, yang kiri berada di sebelah kiri sandaran
sofa sedang payudara kanannya berada di sebelah kanan sandaran sofa.
Remasan tanganku pada kedua payudaranya ditambah tusukan penisku
membuatnya makin terangsang hebat. Apalagi ketika tubuhku kutempatkan
tepat di atas punggungnya sambil meremas dan menusuk, kujilati
punggungnya dan sesekali menggigit lembut pundaknya. Rintihan Anna
semakin menaik dan geliat pinggulnya semakin kuat.
“Guuusss ….. aaaahhhhh ….. enaknyaaa …. Aku dapat lagiiiii sayangggg ….”
Aku ingin bersamaan mencapai puncak kenikmatan, sehingga berusaha
mengejar dirinya dengan semakin kuat menggerakkan penisku di dalam
vaginanya yang semakin kuat menyedot penisku. Denyutan dinding vaginanya
membuat penisku sampai pada puncak aksinya dan dengan suatu erangan
kenikmatan, kutusukkan penisku sedalam-dalamnya sambil memeluk tubuh
Anna dan meremas payudaranya. Penisku merasakan kenikmatan yang hebat
sewaktu kepala penisku kubenamkan dalam dan membiarkannya di dalam
vaginanya. Kedutan-kedutan halus kurasakan pada kepala penisku, hingga
rasanya aku tak lagi menjejak bumi.
“Plok, plok, plok, plok,” kudengar suara tepukan dua pasang tangan.
Rupanya Dicky dan Henny sudah berdiri tinggal beberapa meter dari kami
dan melihat kami berdua main. “Ada acara nambah nich yee?” gurau Henny
sambil mendekati kami dan bersama-sama Dicky duduk di sofa dekat kami.
Aku tersenyum mendengar kata-kata Henny. Beberapa saat kemudian kucabut
penisku dan berdiri lalu mengambil tempat duduk di dekat mereka. Anna
lalu menyusul hingga kami berempat duduk di sofa dalam keadaan masih
bertelanjang bulat.
“Aku jadi pengen lagi nih Dick. Gimana, bisa bantu aku nggak?” tanya Henny pada Dicky.
“Sepanjang bisa kulakukan, silakan tuan putri,” sambut Dicky dengan gaya seorang hamba terhadap tuan putrinya.
Henny lalu berdiri dan mengalungkan kedua lengannya ke leher Dicky,
sambil mencium bibir Dicky ia berbisik pelan tanpa dapat aku dan Anna
dengar apa yang ia bisikkan. Kami hanya tersenyum melihat ulah Henny.
Setelah beberapa saat mereka berciuman sambil berpelukan dalam keadaan
berdiri, tiba-tiba kami amati Dicky berjongkok dan memegang pergelangan
kaki Henny lalu membalikkan tubuh Henny hingga kini kedua tangan Henny
bertumpu ke lantai sedangkan kedua kakinya berada di atas dipegangi oleh
kedua tangan Dicky pada bagian pergelangan kakinya.
“Posisi 69 dimodifikasi,” bisik Anna perlahan. “Asyik juga tuch. Kapan-kapan kita coba ya, Gus?” sambungnya.
Aku mengangguk sambil menatap lekat-lekat pada Dicky dan Henny. Sambil
bertumpu pada kedua tangannya yang ada di lantai, kepala Henny
bergerak-gerak mendekati pangkal paha Dicky mencari penisnya. Lalu
lidahnya mencium dan menjilati penis Dicky. Dicky sendiri tidak tinggal
diam, diperlakukan demikian, ia tak kalah ganasnya, lidahnya terjulur ke
vagina Henny yang ada tepat di depan wajahnya. Keduanya saling mencium,
menjilat dan mengisap kemaluan yang lain dalam posisi enam sembilan,
namun dalam posisi si pria berdiri, sedangkan si perempuan berada pada
posisi terbalik dengan kedua tangannya bertumpu di lantai.
Anna bangkit berdiri mendekati mereka berdua. Ia mendekati belakang
tubuh Henny dan menciumi pantat Henny. Kadang-kadang mulutnya bertemu
dengan mulut suaminya. Mereka berciuman dan sesekali sama-sama menjilat
vagina Henny. Lubang anal Henny tak luput dari jilatan lidah mereka
berdua. Henny benar-benar dikerjai habis-habisan oleh kedua suami istri
itu. Rintihan Henny tak membuat mereka menghentikan aksinya, bahkan
semakin liar mencium, menjilat dan jari-jari Anna turut bekerja masuk
keluar vagina dan anal Henny, hingga tak kuasa lagi Henny pun meraung
mencapai titik kenikmatan tertinggi. Entah bagaimana cara mereka
mengerjai Henny, tapi aku terkejut juga sewaktu melihat Henny menjerit,
sebab dari vaginanya kulihat cairan muncrat beberapa kali. Mungkin
karena ia benar-benar sampai kepada kenikmatan yang tak terkira hingga
air seninya turut keluar bersamaan dengan cairan vaginanya, pikirku dan
kuingat kejadian yang suka dialami Anna kalau main sampai begitu
hebatnya denganku. Dicky mengangkat dan meletakkan tubuh Henny di sofa
panjang tepat di samping kiriku. Anna mengambil tempat di sebelah
kananku, sedangkan Dicky duduk di sebelah kiri Henny. Beberapa ciuman
didaratkan Dicky pada bibir Henny. Anna tak kalah buas dengan suaminya,
memagut bibirku dengan lahapnya sambil jari-jarinya mengelus-elus
dadaku. Henny sendiri mengelus-elus penisku sambil terus berciuman
dengan Dicky.
Aku melirik ke jam dinding, menunjukkan pukul 02.30. Tiga jam sudah kami
berempat melakukan hubungan seks gila-gilaan sejak main kartu tadi.
Setelah mengaso beberapa saat, Dicky kembali terangsang sebab elusan
jari-jari Henny pada penisnya membuat penisnya kembali tegang.
Bertelekan pada sofa kecil tanpa sandaran, dengan sebelah kaki menekuk,
Henny dihajar dari belakang oleh Dicky. Melihat mereka, Anna tak mau
ketinggalan. Ia memintaku melakukan hal yang sama dalam arah yang
berlawanan, sedemikian rupa hingga wajahnya berdekatan dengan wajah
Henny. Aku menyetubuhi Anna dari belakang, sedang suaminya, Dicky,
menancapkan penisnya ke vagina temannya, Henny. Dicky dan aku makin
terangsang dan mempercepat laju permainan kami manakala melihat Henny
dan Anna berciuman dengan mesranya sambil tangan mereka bermain
meremas-remas payudara satu sama lain. Dicky tak lama kemudian orgasme
dan menarik diri dari arena pertempuran, namun kedua perempuan itu belum
mencapai puncak kenikmatan lagi.
Kubaringkan tubuhku di karpet dan meraih tubuh Henny agar menindih
tubuhku. Dengan posisi menduduki perutku berhadapan denganku, Henny
memasukkan penisku ke dalam vaginanya lalu mulai menaik-turunkan
tubuhnya di atas perutku. Anna yang melihat permainan kami berlutut di
samping kami berdua. Kuraih pahanya agar mendekatiku, dan kutempatkan
vaginanya tepat di atas wajahku. Dengan aku berbaring di bawah tubuh
mereka berdua, penisku menancap dengan mantapnya di dalam vagina Henny,
sedangkan vaginan Anna kucium dan jilat semakin gencar. Permainan
bertiga kami semakin hangat ketika kedua perempuan itu saling berciuman.
Sambil berciuman, Henny meremas-remas payudara Anna dan mengelus-elus
putingnya. Tak mau ketinggalan aksi, Anna pun meremas-remas payudara
temannya, bahkan sesekali menarik-narik putingnya hingga mata Henny
membeliak-beliak menahan nikmat. Gerakan Henny semakin buas naik-turun
di atas perutku. Kusambut gerakannya dengan sesekali menaik-turunkan
pinggul hingga penisku benar-benar masuk sedalam-dalamnya ke vaginanya.
Anna membantu aksiku dengan merabai klitoris temannya pakai tangan
kanannya, sedangkan tangan kirinya terus meremas payudara Henny dan
memilin-milin putingnya. “Uuuhh, oooohh …. Sssshhhh…. Gila kamu An,
diapain klitorisku?” desahnya sambil terus menarik-turunkan tubuhnya dan
meremas-remas payudara Anna. Diserang dari dua jurusan seperti itu,
membuat Henny makin kencang menggeliat-geliatkan tubuhnya dan dengan
satu lengkingan kuat, ia mencapai orgasme. Dengan lincahnya, Anna
memagut bibir temannya kuat-kuat dan memegang kedua payudara Henny
dengan remasan yang amat kuat, sehingga kedua putingnya kulihat
menyembul begitu indah dan runcing. Lengkingan Henny berubah menjadi
rintihan ketika Anna mencium bibirnya dan menyedot puting payudaranya
secara bergantian dengan gerakan yang cepat, “Ooohhhh, ssss…. Ahhhhh …..
ooouuggghhhhh ….. Annnn ……” “Luar biasa kedua perempuan ini, tak kenal
lelah. Pantas Dicky suka kewalahan melayani istrinya yang begini kuat
main seks,” kataku dalam hati.
Anna kemudian menggeser tubuh Henny agar bangkit berdiri. Anna kemudian
menempatkan tubuhnya di atas perutku, seperti posisi yang barusan
dilakukan temannya dan menarik tubuh Henny agar berganti dengannya.
Diserang dari dua jurusan seperti itu lagi, membuat penisku terus tegang
dan kembali memasuki vagina yang berbeda. Kini vagina Anna dengan
sedikit rambut halusnya mendapat giliran untuk kuhantarkan ke gerbang
kenikmatan. Vagina Henny yang masih basah kuyup dan tetesan cairan
vaginanya di sela-sela pahanya, kujilati dengan lembut dan kumasukkan
lidahku ke dalam vaginanya, menelan seluruh cairan yang masih tersisa di
dalam. Anna bergerak naik turun di atas perutku, tak ingin kalah aksi
dengan temannya barusan, ia pun menggeliat-geliatkan tubuhnya sedemikian
rupa dengan gerakan erotis, hingga penisku kurasa mendapatkan remasan
yang kuat dan denyutan yang luar biasa di dalam vaginanya. Sesekali ia
menghentikan gerakannya dan berkonsentrasi pada vaginanya yang melakukan
gerakan menyedot dan mengisap penisku. Denyutan dinding vaginanya
begitu nikmat membuatku seakan-akan terbang di angkasa. Rupanya ia ingin
menunjukkan kebolehannya dibandingkan temannya tadi. Henny tersenyum
melihat aksi temannya dan meremas-remas payudara Anna. Sesekali Henny
menampar ringan pantat Anna, sehingga Anna mem*kik-mekik, “Ahhh ….
Ooohhh ….. terusin Hen …… oooohhh …. ssssssshh ….. adddduuuhhhhh ….
nikmaatttt …. aaahhhhh ….”
Menyaksikan perbuatan kedua perempuan di atasku, membuatku tambah
bersemangat. Kuhentakkan pinggul dan perutku kuat-kuat ke atas, hingga
tubuh Anna tersentak ke atas, “Oooouuggghhh …… enak Gussss …. Oooohhhh
…. sssshhh …” desisnya seperti orang kepedasan. Remasan Henny pada
payudara Anna membuat Anna semakin kuat menggeliat-geliatkan tubuhnya
dan kembali ia menaik-turunkan tubuhnya di atas perutku.
Sementara itu, jilatan dan isapan bibir dan lidahku semakin ganas
mengerjai vagina dan klitoris Henny. Sesekali lubang analnya kukait-kait
dengan lidahku, hingga Henny pun kembali merintih. Merasakan rangsangan
pada vaginanya, membuat Henny kembali menciumi bibir Anna dengan kuat.
Henny dengan sisa-sisa kekuatannya mencoba bertahan, tetapi dengan
isapan bibirku dan jilatan lidahku, membuatnya tak lama kemudian kembali
orgasme. “Aaaahhhh… Gus, aku dapat lagiiiii sayangggg!” rintihnya.
Hebat juga, bisa berturutan dalam waktu berdekatan, ia capai kembali
puncak kenikmatan. Ia mencoba menarik kedua pahanya dari serangan mulut
dan lidahku, tetapi kutahan kedua pahanya dengan tanganku sambil
meremas-remas payudaranya. Anna yang melihat temannya sudah orgasme
lagi, membalas ciuman Henny dan membelai-belai punggung Henny,
meremas-remas pantat dan juga payudara temannya.
Penisku yang dikerjai Anna semakin tak kuasa membendung aliran yang akan
keluar. “Ann ….. uuuuhhh … aku mau keluar, sayanggggg!!!” erangku
sambil menggerakkan pinggulku ke kiri dan kanan.
“Ok sayang, kita bareng ya? Aku juga mau dapet nihhh …. Ayo tancap yang
kuat, oooohhhhh …. uuuuhhh …. mmmmfffhhhhhh ……. Ooooouuugggghhhh ….”
rintihan Anna berubah menjadi jeritan memenuhi ruangan itu.
Kurasakan aliran spermaku keluar dengan derasnya ke dalam vagina Anna.
Anna pun mencapai kenikmatan hingga tubuhnya melengkung ke belakang
disertai serangan bibir dan lidah Henny pada payudaranya. Agak lama Anna
melakukan itu, denyutan liang vaginanya meremas-remas penisku masih
terasa begitu kuat, ketika Henny menarik dirinya dari atas wajahku dan
menciumi bibir temannya. Kedua perempuan itu berciuman dengan mesra
sambil mengelus-elus tubuh yang lain secara serempak. Anna mangangkat
tubuhnya dan mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya, lalu seolah-olah
sudah sepakat, keduanya menundukkan muka di pangkal pahaku dan menciumi
penisku. Jilatan lidah keduanya membuat aku semakin mengawang. Kedua
tanganku kugunakan untuk meremas-remas payudara kedua perempuan itu.
Rasa geli bercampur nikmat memenuhi diriku. Lidah yang satu bergantian
menjilati kepala penisku. Batang penisku tak luput dari sasaran mereka.
Bahkan testisku turut dikulum dimasukkan ke dalam mulut mereka secara
bergantian. Henny yang pertama-tama kulihat memasukkan penisku ke dalam
mulutnya hingga masuk sedalam-dalamnya. Sekitar tiga menit ia melakukan
itu, lalu menyorongkan penisku ke mulut Anna. Anna menyambut dan
menciumi kepala penisku, lubang kencingku dijilatinya dan dengan
lahapnya ditelannya penisku hingga ke pangkalnya, persis seperti yang
dilakukan temannya barusan. Setelah puas menelan penisku secara
bergantian, mereka berciuman sambil memegangi penisku.
Permainan itu mengakhiri sesi kami saat itu. Sebab setelah sama-sama
orgasme, kedua perempuan itu mengajak kami masuk kamar lagi dan akhirnya
kami berempat tidur dalam keadaan telanjang hingga pukul 9 pagi.
Paginya kami mandi berempat dan sempat saling berciuman di kamar mandi,
tetapi tak ada permainan panas lagi di situ, sebab perut kami sudah
lapar minta diisi. Anna hanya memanaskan nasi dan menggoreng telur mata
sapi untuk sarapan kami berempat, lalu kami berempat duduk-duduk di
teras belakang membahas permainan kami semalam sambil tertawa-tawa.
Begitulah pengalamanku main berempat dengan Dicky, istrinya Anna dan
teman istrinya, Henny. Sebelum hamilnya Anna, pernah ia mengajakku
menginap di rumahnya waktu suaminya bertugas ke Hongkong selama 2
minggu. Waktu aku menginap itu, temannya Henny datang beberapa kali
sehingga kami bertiga melakukan hubungan seks panas.
Dua hari menjelang pulangnya Dicky, Henny menginap lagi bersama kami,
tetapi kali ini ia tidak sendiri, melainkan membawa seorang temannya,
Arie, seorang gadis lajang peranakan Madura Ambon, orangnya tomboy,
tidak cantik, tetapi dengan kulitnya yang hitam manis, dengan sedikit
kumis tipis di atas bibirnya, membuat dirinya menarik, walaupun
payudaranya paling kecil dibandingkan Anna dan Henny. Mula-mula aku tak
begitu senang karena melihatnya ngomong ceplas-ceplos, tetapi begitu
kenal semakin lama, enak juga ngobrol dengannya. Malamnya ketika habis
makan, ketiga perempuan itu mengajakku nonton film blue berempat. Film
yang mereka putar adalah film lesbi, tetapi menjelang akhir film
tersebut, dipertunjukkan kehadiran seorang pria yang dikeroyok tiga
orang perempuan. “Wah, apa ini pertanda baik atau buruk?” pikirku,
harap-harap cemas. Pengen main dengan Henny dan Anna seperti biasanya,
tetapi malu ada teman mereka. Lagi-lagi hal itu merupakan bagian dari
rencana Henny dan Anna untuk mengerjaiku, sebab Arie adalah teman Henny,
juga bukan lesbi tulen, tetapi berulang-kali patah hati oleh perlakuan
pria, hingga tak pernah berniat lagi untuk menikah. Kehadiran Arie ini
membuka babak baru petualangan seksku, sebab ternyata ia sangat ahli
dalam bermain seks, bahkan dengan alat bantu penis buatan, ia mampu
membuat Henny dan Anna menjerit-jerit nikmat. Hebatnya lagi, mereka
bertiga berhasil memperdaya diriku untuk mengajak main seks misterius,
di mana kedua mataku ditutupi kain hitam, lalu kedua kaki dan kedua
tanganku dipentang lebar-lebar dan diikat dengan tali ke empat sudut
ranjang. Aku yang memang penasaran akan pengalaman baru, mau saja
diperlakukan begitu. Belakangan barulah aku tahu, bahwa Arie ingin
mengerjai analku dengan penis buatan yang ia ikatkan tepat di depan
vaginanya. Sambil mengangkat kedua pahaku agar penis buatan itu masuk ke
dalam analku, Henny dan Anna bergantian menduduki perutku dan
memasukkan penisku ke dalam vagina dan anal mereka secara bergantian.
Arie dengan penis buatannya juga mampu menyetubuhi Henny dan Anna secara
bergantian sambil memintaku merojok vagina dan analnya dari belakang.
Kisah itu akan kuceritakan pada kali berikut. Sayang, ketika Dicky
pulang, Arie sudah kembali ke Australia, sebab ia mendapat kesempatan
untuk meneruskan ke jenjang master, sehingga hanya cerita yang ia
peroleh dari kami walaupun rasa penasaran membuatnya begitu ingin
bertemu dan main bersama Arie.